Senin, 29 September 2014

Sepakat Demokrasi!

Ketika kita sepakat dengan demokrasi yang berujung kepada suara yang terbanyak sebagai pemenang, sebenarnya kita juga menyetujui akan hal-hal negatif yang ada di dalamnya. Seperti ketika terkumpul di dalamnya mayoritas orang-orang tidak baik bahkan (maaf) orang gila sekalipun, maka suara atau keputusannya yang dihasilkan tentu sesuai dengan mayoritas suara yang dominan tersebut, artinya boleh jadi menurut yang minoritas bahwa keputusannya juga gila-gila. boleh jadi ketika keputusan sudah diambil, tidak ada lagi istilah hak asasi, pro rakyat dan lain sebagainya jika memang itu berbentangan dengan nilai kebenaran yang sebenarnya.

Adapun pengujian keputusan hasil dari pemungutan suara (yang mayoritas orang gila tadi) melalui lembaga yang lebih tinggi yang mempunyai wewenang untuk menilai hasil keputusan itu, itu adalah soal lain. Tetapi kita juga akan terbentur dengan kenyataan bahwa ternyata keputusan di lembaga itu, kembali juga berdasarkan suara yang mayoritas! glek

Nah, begitu toh! Ini gambaran jelek dari sesuatu yang dinamakan demokrasi. Mudah-mudahan di Indonesia, masyarakatnya, anggota dewannya dan para hakimnya yang selama ini terlibat memberikan suara dalam menentukan sebuah keputusan, seperti pemilihan presiden kemarin, pileg, pembentukan UU dll, bukanlah orang-orang yang tidak baik sehingga menghasilkan keputusan-keputusan yang tidak baik. Semuanya berkeinginan untuk memajukan Indonesia, mensejahterakan rakyat Indonesia jasmani maupun rohaninya.

Go! go!! Indonesia.

Minggu, 28 September 2014

Kebenaran ada dalam diri yang tersembunyi

Jangan terlalu percaya diri, apalagi berlebihan. Karena kebenaran itu bukan mutlak milik diri sendiri. Benar menurut diri sendiri, belum tentu benar menurut yang lain, hingga kita menggantungkan nilai kebenaran itu ke Maha Yang Benar. Untuk itu, jangan keras kepala, karena bagaimana pun kerasnya kepala mu, akan dengan mudah pecah walau hanya dengan sentuhan halus sekalipun. Apalagi bersikap angkuh yang dibungkus dengan sikap lugu kekanak-kanakan, yang akan merumitkan sesuatu yang mudah dan sederhana dalam kehidupan. Sadarilah bahwa kita bukan apa-apa dan siapa-siapa, keberanian dalam tempat yang salah bukan akan menampilkan keagungan tetapi kedunguan dan arogansi murahan dalam lingkungan terpinggirkan. Pahamilah bahwa penampakan luar bukanlah segala-galanya, karena intinya ada dalam dirimu yang tersembunyi, yang boleh jadi kamu sendiri tidak menyadarinya, disebabkan kamu telah melupakannya! hiks.


===============================
Maaf, ikut nebeng, bagi yang mau memenuhi kebutuhan hidupnya klik http://onstore.co.id/s/00367940001

Baca juga : http://mang-emfur.blogspot.co.id/2016/05/apakah-kita-hanya-mau-berpangku-tangan.html

Selasa, 23 September 2014

Menikah Untuk Apa?

Hampir dalam waktu yang bersamaan.

(1) Teman kami menikah. Berprofesi sesama guru. Dari segi fisik dan mental, mereka siap menghadapi kehidupan berumah tangga.
(2) Ada anak-anak muda yang menggugat aturan pernikahan ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan menikah untuk masyarakat Indonesia dengan agama yang sama. maksudnya orang Islam dengan orang Islam. Orang Kristen dengan orang Kristen dan seterusnya. Mereka menggugat aturan itu karena menginginkan menikah dengan beda agama. Katanya itu juga termasuk HAM (Hak Asasi Manusia).
(3) Ada beberapa siswa SMK kami yang menikah, padahal mereka belum menyelesaikan sekolahnya. Konon ada sebagian yang karena "kecelakaan". ah...sayang sebenarnya, tinggal setahun dua tahun untuk menyelesaikan sekolahnya!

Dari ketiga kasus ini, pertanyaannya Menikah itu untuk apa?
(1) Apakah hanya untuk melanjutkan keturunan sebagai manusia?
(2) Ketika ada orang yang tidak berfikir tentang keturunan, berarti apakah untuk hanya melampiaskan kebutuhan biologis semata dengan aturan norma yang ada?
(3) Di kota-kota besar yang biasa orang sibuk dengan pekerjaan. Apakah pernikahan hanya untuk status saja bahwa mereka sudah menjadi suami orang dan istrinya orang?
(4) Apakah untuk menutup rasa malu karena sudah hamil duluan?

Dalam peradaban manusia saat ini, proses menikah selalu didasarkan kepada agama, apapun agamanya. Pertanyaan selanjutnya adalah :
(1) apakah agama hanya sebagai pen-cap atau yang men-sah-kan pernikahan itu saja?
(2) Maksudnya setelah pernikahan itu orang terserah apakah mau terikat secara emosional dengan agamanya atau tidak?
(3) Ketika sudah mendapatkan, apakah perlu atau tidak mengajari anak untuk beragama dengan benar atau hanya sekedar ikut-ikutan ramainya orang menyekolahkan ke sekolah agama (TPA, guru ngaji) sementara dirinya sendiri (orangtua) tidak mengerti akan agama?



=======

KEUTAMAAN MENIKAH

Pertama, Ibnu Mas'ud ra berkata, Rasulullah saw bersabda, "Hai Para Pemuda, siapa di antara kamu yang sudah mampu menikah, maka nikahlah, karena sesungguhnya ia lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih dapat menjaga kemaluan. Dan siapa yang belum mampu, maka hendaklah berpuasa, karena berpuasa itu baginya (menjadi) pengekang syahwat." (HR Bukhari dan Muslim)

Kedua, Sa'ad bin Abi Waqqash ra berkata, Rasulullah saw pernah melarang Utsman bin Mazh'un membujang dan sekiranya beliau mengizinkan, tentu kami berkebiri." (HR Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)

Ketiga, Rasulullah saw bersabda, "Siapa yang Allah telah beri rezeki kepadanya berupa istri yang salehah, berarti Dia telah menolongnya pada setengah agamanya. Maka bertakwalah kepada Allah untuk setengahnya lagi." (HR. Ath-Thabrani)

================

HIKMAH MENIKAH (br />
Menikah merupakan kunci untuk mendapatkan kecukupan hidup. Ibnu Mas'ud ra. berkata, "Carilah kaya (kecukupan hidup) dengan menikah."

Abu Hurairah ra berkata bahwasanya Rasulullah saw bersabda tentang tiga golongan yang pasti mendapatkan pertolongan Allah, di antaranya, "Seseorang yang menikah karena ingin menjaga kesuciannya>" (HR. At-Turmudzi dan An-Nasai)

http://www.hidayatullah.com/kajian/jendela-keluarga/read/2015/01/02/36080/menikah-juga-perlu-ilmu.html

Senin, 22 September 2014

Hati yang sehat

Pak Ustadz bilang : Hidup ini sebentar. Untuk itu hidup ini harus berberkah. Supaya hidup ini berkah, maka kita harus menghidupkan hati. Hati yang hidup yaitu hati yang selalu dekat dengan Al-Quran, sehingga hati itu menjadi sehat. Standar hati yang sehat : (1) selalu membersihkan amal dengan keikhlasan (2) selalu mengontrol amalnya dengan amal yang dicontoh oleh Rasul, Ittiba. (3) selalu bersikap ikhsan (4) selalu melihat nikmat Allah lebih banyak daripada amal yang telah dilakukannya kepada Allah.

"Dan apakah orang yang sudah mati, lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar dari sana? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap apa yang mereka kerjakan" (AQ Al-An'am ayat 122)

Semoga kita semua mampu mempertahankan hati kita menjadi hati yang sehat, sehingga kita mampu melewati hidup dan kehidupan ini dengan penuh keberkahan, di dunia ini dan di akherat kelak! Amin

Minggu, 21 September 2014

Malu, sebagai pemicu!

Rasanya Malu ketika teman-teman kerja saya mengetahui tentang blog saya. Entahlah, saya kadang bangga dengan statistik yang menunjukkan bahwa blog saya dilihat banyak orang dan dari berbgai negara. Saya lihat memang dari Indonesia masih mendominasi penayangan, tetapi saya melihat ada juga dari Eropa seperti belanda, jerman, ada juga dari Amerika, China dll. Saya berharap tulisan saya bisa dinikmati apalagi ada manfaatnya bagi mereka. Tapi ketika teman saya mengatakan bahwa mereka membaca blog saya, saya rasanya jadi malu. Terus terang, teman saya itu orang bule, tepatnya orang Amerika dan istrinya orang Brazil. (Halo! Paul dan Keyla, mungkin anda baca tulisan saya ini. Hiks. he-he.....). Entahlah pokoknya saya malu.
Saya jadi ingat ketika tulisan saya dimuat di harian Fajar di Makassar dimana saya mengulas tentang ibadah Haji. Harian Fajar adalah harian terbesar di Makassar dan di Sulawesi Selatan ini. Ketika di muat ada perasaan bangga di hati saya hingga saya pun memberitahukan ke teman-teman tentang tulisan saya itu. Ketika keesokan harinya saya mengantar Bos saya ke Bank, dan bertemu dengan salah satu manager Banknya dan karena sudah beberapa kali bertemu sehingga sang manager Bank mengenal saya juga sebagai pengawalnya Bos he-he.... Waktu itu sang Manager itu bertanya kepada saya apakah nama penulis artikel di koran kemarin itu adalah saya? saya kaget juga karena sang Manager Bank itu adalah seorang wanita yang berumur sekitar 40-50 tahun keturunan Tionghoa sementara tulisan saya tentang Haji. Saya pun dengan malu-malu mengiyakannya. Sang Manager Bank itu terlihat senang dan mendorong saya untuk menulis lagi di koran-koran yang lebih besar seperti Kompas. Saya hanya mengiyakan saja. Hanya sayang, arsip tulisan saya itu hilang entah kemana (Hiks!), padahal dulu sudah saya potong dan saya simpan baik-baik di folder file, maklum waktu itu saya belum mengerti tentang internet! (Hiks!) he-he.....harapan sang Manager Bank untuk saya bisa menulis di koran-koran besar, juga belum terpenuhi. Rasanya buntu, akhirnya justru hanya bisa menulis di blog ini! hiks......... Mudah-mudahan ke depan bisa, Insya Allah

Ayo Membaca! Dengan membaca kita memdapatkan pengetahuan.

Menonton Mahabarata di antv, membuka kenangan lama ketika saya menemukan komik yang sudah lusuh ketika saya masih di smp, klo tidak salah. menurut bibi saya itu punya ayah saya. komik tentang Mahabarata yang tebal itu pun saya baca hingga selesai. Dengan pengetahuan dari komik lusuh itu membantu saya kalau saya menonton wayang golek baik langsung maupun lewat televisi.

Ceritanya tidak jauh berbeda, walau di wayang golek muncul tokoh punakawan yang memberi warna dalam penampilan wayang golek semalam suntuk. Tokoh Punakawan biasanya muncul dengan hiburannya pada jam-jam ngantuk, yaitu tengah malam sehingga penonton kembali menjadi segar, karena penampilan lucu dari para punakawan.

Membaca sejarah Rasulullah saw secara lengkap kalau tidak salah ketika awal-awal saya kuliah. Membaca nya membasahi rasa dahaga jiwa akan sosok yang menjadi panutan kita semua, umat Islam. Saya merasa pengetahuan akan hal itu menjadi bekal saya memahami point-point berikutnya, hingga muncul isue-isue yang merusak penafsiran yang selama ini saya yakini. Apalagi orang yang mempunyai keyakinan yang berbeda bersikap congkak dengan merasa bahwa hanya dirinyalah yang mengetahui sejarah awal munculnya Islam. Lebih dari itu, penafsiran yang rusak itu menjatuhkan sosok yang menjadi panutan begitu banyak orang ke dasar penistaan yang tidak semestinya.

Hal ini membuat saya mencoba kembali untuk mengorek sejarah secara lebih dalam. Lembar demi lembar saya coba pahami, tentu dengan bantuan Allah swt yang dengan penataan Nya saya bisa mendapatkan referensi yang diyakini kebenarannya berdasarkan aturan dengan nalar pada umumnya manusia yakini dan sadar akan kebenaran.

Bagi saya cerita Mahabarata dan sejarah Umat Islam pada awal kemunculannya memang tidak bisa disamakan. Cerita klasik Mahabarata yang berasal dari India dan yang saya baca melalui komik intinya tidaklah berbeda. Tetapi sejarah Umat Islam di awal kemunculannya menjadi melebar dengan munculnya penafsiran yang memunculkan perbedaan yang sangat prinsip hingga saat ini (dan saya yakini hingga akhir kiamat nantinya).

Perbedaan yang sangat prinsip itu yang terjadi di permulaan Islam, kalau saya tilik tidak jauh berbeda dengan cerita Mahabarata yang berebut kekuasaan di antara keluarga besar kerajaan yang terbagi kepada Kurawa dan Pandawa. Hanya di sejarah Islam, setelah masa-masa sulit akan tegaknya Islam dan mulai menyebar ke beberapa daerah sekitar dimana kekuasaan lain pun mulai terancam dan terpinggirkan, mulai mencoba kembali menancapkan kuku-kukunya dengan berbagai metode untuk menegakkan kembali hegemoninya ketika ruh-ruh Islam tidak sehebat dan sekuat di awal-awal kemunculannya. Ditambah kemudian sebagian orang dari dalam Islam sendiri terlenakan akan rayuan gombal yang sebenarnya hal itu justru akan menghancurkan Islam dari dalam.

Tapi, itu tidak akan semudah membalikkan telapak tangan. Allah swt sendiri yang akan menjamin akan tegaknya Islam walau mereka mencoba menggerogoti dari dalam melalui orang-orang yang lemah dan salah fikir itu. seperti juga yang terjadi pada para anasir Kurawa yang merasa yakin akan kemenangan dalam perang Mahabarata dari Pandawa.

Mari kita terus membaca sehingga dengan demikian kita tidak mudah terbawa arus yang sepertinya terlihat menyenangkan padahal justru menjerumuskan ke penyesalan yang tidak akan bisa kembali kepada kebenaran lagi! Insya Allah.


=============

Maaf, ikut nebeng, bagi yang mau memenuhi kebutuhan hidupnya klik http://onstore.co.id/s/00367940001

Baca juga : http://mang-emfur.blogspot.co.id/2016/05/apakah-kita-hanya-mau-berpangku-tangan.html

Kamis, 18 September 2014

Politkus eh...politisi, bersilat lidah!

Bukan politikus eh...politisi kalau tidak pintar bersilat lidah. jadi kalau anda mau jadi politikus eh....politisi, anda harus melatih lidah anda untuk bersilat dulu hingga ke tingkat expert atau ahli. Terus terang, saya sangat suka dengan istilah silat lidah itu, bersilat lidah. Ya...karena bersilat lidah itu bernuansa indonesia banget. betul ngak, coba kalau istilahnya berkarate lidah, tentu itu gaya-gaya orang jepang sono! atau berkungfu lidah, yaa pasti itu kan bruce lee style. atau bergangnam lidah, atau ...eu...aaahhhhh sudahlah, tambah ngawur nantinya. Untuk saya sendiri, bersilat lidah tidaklah berkonotasi negatif, apalagi filosofi dari silat itu dan umumnya olah raga bela diri, yaitu untuk membela diri dan membela dan menegakkan kebenaran. (apalagi sudah lewat jalur MK! SAH kuadrat gitu loh!)

Kalau orang sekarang meributkan tentang ramping, profesional murni, profesional parpol yang ujung-ujungnya bahwa berfikir terjerat parpol, kalau jadi menteri harus lepas jabatan parpol dan lain-lainnya, itu mah sebenarnya kerjaan orang-orang yang kebanyakan kerja dengan motivasi yang kita tahu sendiri zaman apa sekarang ini. Siti Zuhro, pengamat politik yang sekaligus mengamati politikus eh...politisi, membagi masyarakat Indonesia kepada 3 klasifikasi, yaitu (1) masyarakat yang educated, (2) yang mempunyai nalar, (3) kelas menengah dan bawah. Nah, kalau berdasarkan klasifikasi Siti Zuhro itu, kita bisa menilai dari kelompok mana yang selalu meributkan hal itu. (he-he....sebenarnya saya sendiri perlu penjelasan tentang klasifikasi tersebut terutama untuk point ke (2), nalar karena seolah-olah, sekali lagi seolah-olah yang (1) educated dan (3) kelas menengah dan bawah tidak bernalar! hiks)

Terlepas kelompok mana yang meributkan (untuk saya, biar jin sekalipun! ssttt dengan catatan saya bukanlah jin) antara omongan yang berbentuk pesan sponsor dan janji ksatria dengan kenyataan yang terjadi, sudah terjawab dan tergaransi all item dan all risk dengan kepintaran politikus eh....politisi yang sudah expert bersilat lidah apalagi disertai dengan bahasa tubuh yang cukup aduhai, terspesial kalau bentuk tubuhnya seperti biola spanyole! uihhhh....suegerrr man! yang terpenting ting dan yang utama ma, adalah bagaimana masyarakat yang insya Allah (pakai kata insya Allah, supaya terlihat agamis apalagi klo pakai baju gamis) di dominasi masyarakat menengah dan bawah yang fikirannya terfokus pada urusan perut dan sekitar perut (bahasa kerennya, jasmani dan rohani) bisa nyamang beraktifitas sehari-hari, tanpa terganggu intrik dan kepentingan pribadi dan kelompoknya yang sesaat apalagi dua saat.

Hanya perlu diingat bahwa kekuatan dan kekuasaan yang full power berada di tangan rakyat. Artinya seiring perjalanan waktu kebijaksaan rakyatlah yang akan menilai dan memvonis reputasi para politkus eh....politisi, baik yang pandai bersilat lidah atau tidak pandai bersilat lidah sekalipun. Sejarah sudah mengatakan seperti itu, tentu di buku sejarah manusia yang beradab! ciao!!!!!!!!!!!!!!!

HAM

HAM, kini jadi perbincangan.
HAM, kini jadi senjata
HAM, kini jadi pertaruhan

HAM, untuk Munir
HAM, bagi Prabowo
HAM, berharap pada Jokowi

HAM, .....
HAM, ......
HAM, ........
(tiada yang jelas bagi negara Adikuasa!!! atau bagi......)

Takdir Politik!

Takdir jadi sorotan. Takdir rupanya tidak ujug-ujug! ada jalan menuju ke sana. Ketika Jokowi - JK jadi presiden dan wakil presiden terpilih itu adalah takdir. jalannya pun panjaaaaangggg dan berliku. Ketika UU MD3 ditetapkan itu juga takdir. Jalannya pun lamaaaaaa dan diakhirnya bikin heboh! Ketika UU pilkada nanti di tetapkan (entah apa isinya) itu juga pasti takdir. Jalannya pun melelaaaahhhhhhhkan (3 masa sidang bo!) dan diakhirnya bikin ketar-ketir dan senyam-senyum! kita, rakyat, hanya bisa menonton sambil makan gorengan plus cabe rawit yang pedes dan pedis! Hiks

Rakyat jadi subjek, sekaligus objek!
Terserah mau jadi objek pelengkap
atawa objek penderita
atawa objek-objekan!
Yang penting maknyous..........
(eit tunggu dulu : maknyous untuk siapa?)

Rabu, 17 September 2014

Perjalanan Ke Masjid

Status Enok Sumarsih shared Irfan Rahadian Sudiyana's status (FB, 16 September 2014)

Seandainya semua baca tulisan ini dan memahami maknanya yang sangat dalam, betapa seorang ibu akan tersenyum bahagia saat harus menemui Rabbnya.

#renungan

UNTUKMU ANAKKU

Tahukah kamu nak, perjalanan terjauh dan terberat bagi seorang lelaki adalah perjalanan ke masjid.

Sebab banyak orang kaya tidak sanggup mengerjakannya.
Jangankan sehari lima waktu, bahkan banyak pula yang seminggu sekali pun terlupa.
Tidak jarang pula seumur hidup tidak pernah singgah ke sana.


Perjalanan terjauh dan terberat adalah perjalanan ke masjid.
Karena orang pintar dan pandai pun sering tidak mampu menemukannya,
walaupun mereka mampu mencari ilmu hingga ke universitas Eropa ataupun Amerika.
Mudah melangkahkan kaki ke Jepang, Australia dan Korea dgn semangat yg membara, namun ke masjid tetap saja perjalanan yg tidak mampu mereka tempuh walau telah bertitel S3.

Perjalanan terjauh dan terberat adalah perjalanan ke masjid.
Karena para pemuda yg kuat dan bertubuh sehat yg mampu menaklukkan puncak gunung Bromo dan Merapi pun sering mengeluh ketika diajak ke masjid.
Alasan mereka pun beragam, ada yang berkata sebentar lagi, ada yg berucap tidak nyaman dicap alim.

Perjalanan terjauh dan terberat adalah perjalanan ke masjid.
Maka berbahagialah dirimu wahai anakku....,
bila sejak kecil engkau telah terbiasa melangkahkan kaki ke masjid. Karena bagi kami, sejauh manapun engkau melangkahkan kaki, tidak ada perjalanan yg paling kami banggakan
selain perjalananmu ke masjid.

Biar aku beritahu rahasia kepadamu,
sejatinya perjalananmu ke masjid adalah perjalanan utk menjumpai Rabbmu.
Itulah perjalanan yg diajarkan oleh Nabimu, serta perjalanan yg akan membedakanmu dengan orang-orang yg lupa akan Rabbnya.

Perjalanan terjauh dan terberat itu adalah perjalanan ke masjid.
Maka lakukanlah walau engkau harus merangkak dalam gelap shubuh demi mengenal Robbmu



===========

Maghrib tadi, saya putuskan untuk pergi shalat berjamaah di masjid UNM (universitas negeri Makassar, dulunya IKIP) yang jaraknya dari rumah kurang lebih 1 km dengan harapan setelah shalat maghrib berjamaah ada pengajian hingga shalat isya. Untuk mencapai masjid itu, biasanya saya pakai motor. Ketika sampai di masjid adzan maghrib selesai dikumandangkan oleh muadzin. sebagian orang sedang melaksanakan shalat sunnat. saya pun masuk ke masjid. sambil menunggu iqomah, saya senderkan badan di dinding masjid, namun pandangan mata tertumbuk pada keranjang plastik yang teronggok di lantai yang berisi bungkusan plastik transparan yang berisi keripik pisang dan jagung marning (jagung marning di sulawesi ini adalah jagung putih (ketan) yang direbus kemudian digoreng ditambah bumbu-bumbu untuk menyedap rasa). Saya tahu siapa empunya ini keranjang.
Sebenarnya si empunya keranjang plastik ini, dari info yang saya dapat, tempat tinggalnya dekat rumah saya. Dulu, biasa juga datang ke masjid dekat rumah. setelah shalat maghrib, biasa kita mengaji al-quran bersama, saling mengoreksi bacaan. saya dengan al-quran yang biasa umat islam pakai, tapi beliau dengan al-quran yang khas. Ya, khas karena saya sendiri tidak bisa membacanya kecuali belajar terlebih dahulu, yang saya yakin memerlukan waktu yang lama untuk mempelajarinya. ya...al-quran itu adalah al-quran khusus bagi orang yang buta matanya. ditulis dengan huruf braile. Kejadian itu, mengaji bersama sudah lama tidak berlangsung lagi karena beliau juga jarang ke masjid di dekat rumah lagi. Dulu ketika rajin-rajinnya ke masjid, biar subuh juga selalu hadir, hingga pernah membawa istrinya ke masjid, yang ternyata kondisi matanya buta juga. masya Allah! Saya sempat bertanya ke teman yang lain tentang keberadaannya. Rupanya beliau sekarang terlihat di masjid UNM itu. Maghrib ini bukan kali pertama saya melihatnya di masjid UNM itu. Saya lihat ke shaf terdepan, beliau sedang melaksanakan shalat sunnat hingga saya pun teringat akan janji saya untuk membeli dagangan yang beliau jajakan, yaitu keripik pisang dan jagung marning tadi. Setelah shalat berjamaah maghrib selesai, alhamdulillah saya berada disampingnya, saya pun beranjak untuk pulang karena tampaknya tidak ada pengajian. sesampai di luar saya pun berhenti sejenak untuk menghidupkan hp saya. ketika melihat ke dalam masjid, ternyata teman yang buta itu pun keluar masjid sambil menenteng keranjang plastik dagangannya. saya pun menghampirinya untuk menepati janji membeli dagangannya karena di dalam masjid tidak mungkin saya melakukan itu. setelah bertanya harga jagung marning dan mengambil serta membayarnya, saya pun bertanya, "apakah mau pulang?" beliau menjawab, "tidak pak, saya mau jualan dulu!" Tadi nya saya mau antar pulang sama-sama naik motor. Tapi karena jawaban seperti itu, saya pun pulang sendiri.

Luar biasa. Sudah Buta matanya, tapi tetap berusaha dengan berjualan, dan tetap shalat berjamaah di Masjid. Jadi ingat dengan sahabat Rasulullah saw yang juga buta matanya tapi tetap diharuskan untuk datang ke Masjid untuk Shalat berjamaah, walau dengan merangkak sekalipun. Buta Matanya, tapi Tidak Buta dengan Hatinya! (Cerita ini semoga menjadi inspirasi bagi kita semua untuk melangkahkan kaki ke Masjid untuk memakmurkan Masjid-Nya!)



=============



Abu Said Al-Khudri ra berkata, Rasulullah saw bersabda, "Siapa saja yang keluar dari rumahnya menuju tempat shalat, lalu ia mengucapkan doa, "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan hak (perantara) orang-orang yang memohon kepada-Mu. Aku memohon kepada-Mu dengan perantara berjalannya aku menuju-Mu. Sesungguhnya aku tidak keluar karena keangkuhan atau kesombongan atau riya atau pun sum'ah (mencari reputasi). Tetapi aku keluar karena ingin menghindari kemurkaan-Mu dan mengharapkan keridhoan-Mu. Maka aku memohon kepada-Mu, lindungilah aku dari neraka dan ampunilah dosa-dosaku, sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosaku kecuali Engkau", maka Allah akan menghadap kepadanya dengan wajah-Nya dan tujuh puluh ribu malaikat memohonkan ampunan untuknya." (HR. Ibnu Majah)

Selasa, 02 September 2014

Polisi, ceritanya kini!

http://news.metrotvnews.com/read/2014/09/01/285567/ini-segepok-tindak-kriminal-akbp-idha-endri-prastiono

Hadeuh! ada berita tentang oknum, sekali oknum, polisi yang ditangkap negeri orang (memangnya kita ini apa! he-he.....ya orang juga sih bukan oknum hiks!). dikatakan dalam berita itu bahwa oknum polisi sudah mempunyai segepok masalah dengan statusnya sebagai polisi! Terus terang saya tidak mau lagi untuk membaca seterusnya berita tersebut. lahhhh kenapa ada polisi eh...maaf oknum polisi, yang sudah punya masalah tetapi tetap jadi polisi, kemudian pangkatnya, kayaknya he-he.....terus terang saya tidak mengerti juga masalah per-pangkat-an di kepolisian setelah berubah dulu-dulue, kayaknya panhkatnya tinggi pula...minimal mungkin masuk kategori perwira! Kalau ada perwira polisi eh...oknum polisi yang punya segepok masalah tetapi terus jadi polisi berarti ada yang tidak jalan dalam mekanisme organisasi polisi! hemmmm...apa ya?

Pertanyaan tadi menjadi Pe-Er dari pak Kapolri ke depannya! semoga beliau bisa lebih tegas dalam menangani polisi eh...oknum polisi seperti ini. Saya yakin polisi eh...oknum polisi seperti ini buuuaaaanyak di Indonesia (minimal lebih dari dua! mungkin! hiks), sehingga tidak ada lagi nantinya yang disebut dengan istilah oknum! he-he...jangan sampai kalau muncul lagi seperti ini, ada masyarakat yang menduga bahwa oknum seperti ini seperti di pelihara (dipelihara siapa?)! hiks.....dugaan yang terllalu jauh sebenarnya. Ayo maju Pak Polisi! Pak Kapolri berantas hal-hal yang tidak baik, bahkan yang ada di kepolisian sendiri! Masyarakat menginginkan keamanan, ketentraman dan kenyamanan dalam kehidupannya!

Oh iya, Trima kasih juga pak Polisi atas jasanya selama ini! sip..lanjutkan!