Minggu, 26 Maret 2017

Musibah, yang tidak pernah diperkirakan. (episode 2)

Hari pertama, lanjutan....

Sesampainya di rumah teman, saya diangkat masuk di kamar tidur dan ditempatkan di kasur yang biasa saya pakai.  Setelah teman-teman yang mengantar kembali ke sekolah, tinggallah saya dengan tuan rumah yang sudah seperti saudara ini.  Kami berbincang, entah kenapa air mata terus menetes, seperti orang menangis, entah karena pengaruh di hati yang galau karena kejadian yang tidak terduga ini.  Patah Tulang Kaki!! Sesuatu yang tidak terbayangkan sebelumnya.  Namun bagaimana pun saya harus menghadapinya.


Hari ke delapan, lanjutan....

Setelah saya tetap untuk tetap di tempat tidur, hampir 2 hari saya hanya berada di tempat tidur, telentang.  Pegal, gatal, bosan....terus menghingapi hari-hari itu.  Namun saya paksakan untuk itu demi kesembuhan kaki saya yang patah itu.  Untuk mengurangi rasa bosan, saya coba buka Al-Quran dan menghafalkan kembali surat-surat yang sudah saya lupa. Alhamdulillah ada beberapa surat kembali saya hafal.

Yang luarbiasa, pada masa ini adalah tiba-tiba saya terbangun di malam karena rasa sakit yang luar biasa yang datangnya dari arah kaki bagian depan.  Saya berfikir itu adalah pas tulang kering yang patang.  Sakitnya bukan sepertinya nyut, nyut... tetapi seperti loncatan listrik dari satu sisi ke sisi lainnya.  Berbeda dengan rasa sakit di bagian sisi dalam kaki, karena posisi menjadi tergantung ketika saya pindah tempat, tetapu ini karena saya sedang tidur dan posisi kaki tidak berubah.  Waahhh....saya berfikir positif saja bahwa jaringan tulang atau entah apa namanya sedang tersambung kembali. Kasarnya seperti sedang di las.

Setelah itu rasa sakit di kaki, ketika saya berpindah tempat sudah tidak terlalu sakit lagi.  Bengkaknya pun mulai berkurang. Hal ini bisa saya lihat dari guratan kulit jempol kaki kalau saya gerakkan ke bagian dalam terlihat guratan/kerutan yang semakin banyak.  Bengkak di betis juga sudah berkurang, terasa ketika saya pegang betis tidak terlalu keras lagi.  Air yang keluar dari lecet kulit karena bergesekan dengan bambu juga sudah berkurang bahkan menjadi kering.

Hari ke lima belas.

Kami, saya dengan istri saya, memutuskan untuk kembali ke tukang urut untuk memeriksakan perkembangan proses penyembuhan patah tulang ini.  Kami pun persiapkan semuanya, karena itu adalah perjalanan yang cukup panjang memakan waktu 4-5 jam perjalanan.

Sebenarnya setelah sampai di rumah di makassar, pada hari kedua setelah kejadian, banyak teman baik dari teman saya maupun dari istri saya yang menawarkan untuk membawa ke tukang urut tulang yang mereka tahu, bahkan dengan promosi yang luar biasa.  Hanya kami putuskan untuk tetap memakai yang pertama menangani untuk menghargai dan menghormati. Jangan sampai terjadi sesuatu terhadap kaki saya, sehingga nantinya ditakutkan saling menyalahkan.  Walau dengan keputusan itu saya harus pergi ratusan kilometer untuk memeriksakan kaki ini.

Samapi di tempat dan tukang urut juga sudah ada, maka beliau memeriksa kaki saya dengan posisi saya tertidur.  Cukup ngeri juga kalau saya lihat dari cara mengurutnya, kalau sekedar di pijit-pijit dan diurut, sepertinya ngak ada masalah, tapi dia tarik lagi dan di tekuk, diputar-putar.  Ups... beliau selalu tanya, sakit tidak? Karena tidak sakit saya bilang tidak!!! (Ada yang lucu, dengan kejadian ini, istri saya yang berada di ruangan itu dan melihat proses urut itu, protes ke saya, kenapa kalau dia (istri saya) bantu pegang kaki atau menempatkan kaki selalu saya bilang aduh sakit!! He...he... Loh...faktanya begitu toh!!). Saya pasrah saja dengan caranya mengurut karena beliau adalah ahlinya.

Akhirnya, setelah selesai beliau bilang tulangnya sudah tersambung hanya belum sempurna betul atau belum keras karena, katanya, masih terdengar benturan sedikit. Biasanya memasuki hari ke 20, sambungan sudah keras dan nanti hari ke 30 sudah bisa belajar jalan.

Karena dulu pernah mengatakan bahwa rangkaian bambu bisa dilepas setelah 2 minggu, beliau tanyakan ke saya masih mau dipasang bambunya.  Saya selama dua hari ini dan selama dalam perjalanan berfikir akan lebih baiknya bahwa rangkaian bambu itu tetap dipasang, apalagi dikatakan bahwa sambungannya belum sempurna atau belum keras. Jadi untuk amannya rangkaian itu tetap dipasang hanya bambu yang memanjang di sisi kiri dan kanan beliau potong sehingga semuanya sama panjang. Maksudnya supaya kaki bagian bawah bisa lebih bergerak bebas. Bahkan saya dianjurkan untuk melatih pergelangan kaki untuk digerak-gerakkan ke bagian atas dan bawah (ditekuk).

Hari ini adalah hari ke 19, rasa sakit sangat jauh berkurang kalau tidak dikatakan sudah tidak terasa sakit lagi. Sakit hanya terasa di otot-otot yang mana kalau posisi kaki ketika diselonjorkan  tidak pas dengan arah paha dan ujung kaki.  Rangkaian bambu memang masih menjadi hambatan, terutama untuk aliran darah, namun tukang urut  mengatakan kalau lagi diam lama ikatannya bisa dibuka dan kalau mau jalan bisa diikat lagi.

Catatan :

Saya anggap ini adalah pesantren kilat dari Allah swt untuk saya, boleh jadi ini akibat dosa-dosa saya yang lalu sehingga Allah menghukum saya seperti ini.  Saya kadang membayangkan, seperti ini saja sakitnya sudah demikian, bagaimana kalau di neraka. Astaghfirullahal'azhim. Semoga hukuman ini menjadi saya semakin baik di hadapan Allah swt.

Saya belajar banyak dari kejadian ini, untuk lebih taat kepada Allah, bersabar dan menghargai yang lain.  Walau saya berusaha mandiri dalam segala kegiatan tapi itu tidak bisa semuanya, peran istri, keluarga (anak-anak), teman-teman, sangat luar biasa membantu proses penyembuhan ini, baik bantuan langsung maupun doa yang tidak ternilai harganya.

Kejadian ini, mengjari saya -dan boleh jadi semuanya yang membaca tulisan ini untuk lebih bersiap akan kehidupan rohani kita, karena kita tidak tahu apa yang terjadi di depan kita bahkan sesaat ke depan kita, apakah kita baik-baik saja atau kita mendapatkan musibah hingga yang paling luar biasa menjemput ajal kita di dunia ini.






Musibah, yang tidak pernah diperkirakan. (episode 1)

Hari ke delapan,

sore itu saya hanya bisa menatap ke plafond yang ada di kamar tidur. Terlihat di plafond yang terbuat dari triplek dengan cat berwarna putih, ada lukisan-lukisan berwarna coklat yang terbuat karena kebocoran dari atap seng yang sudah berkarat.  Kalaulah terjadi lagi kebocoran waktu itu, saya pun tidak bisa berbuat apa-apa, seperti yang biasa saya lakukan sebelumnya.  Saya naik ke atas plaflond dan masuk di para-para, kemudian saya cari lubang-lubang bocor yang biasanya karena karatan dari persentuhan seng dengan penahan balok. Saya tempel dari bawah dengan seng kembali yang diberikan lem besi.

Adzan berkumandang pun saya hanya bisa mendengarkan suaranya tanpa bisa mendatanginya, padahal kadang saya sendiri yang adzan untuk memanggil jamaah untuk datang sholat berjamaah.  Usaha maksimal saya hanya bisa berjamaah di rumah dengan istri dan anak-anak saya, tetapi saya sebagai imam hanya duduk dan kadang kaki menggelonjor di kursi yang ditempatkan di depan tempat duduk saya.

Hitungan hari ini, saya tetapkan untuk istirahat total di kamar tidur karena kaki terasa sangat sakit sekali, terutama sisi dalam dari kaki kiri saya, ketika posisi tergantung, karena pergerakan tubuh saya ketika saya mau ke kamar mandi, atau pindah tempat ke kursi karena rasa bosan atau karena ada tamu yang menjenguk saya.

Di hari ke delapan ini, saya kadang tergambar kejadian awal dari Musibah yang saya dapat.

Hari pertama,

Setelah mengawas ujian tertulis di kelas bagi siswa yang akan mengikuti ujian kompetensi keahlian di sekolah saya, saya berniat ke kantor, dimana teman-teman berkumpul di sana.  Suasana hujan keras, area yang harus saya lewati adalah lahan kosong yang masih bertanah, sehingga untuk melewatinya saya harus melihat-lihat mana tanah yang perlu saya pijak yang tidak berair.  Lama saya lihat-lihat, jarak yang ditempuh sekitar 7-8 meter.  Setelah berketetapan hati, saya pun melangkah di bawah guyuran hujan, saya ikuti tanah yang tidak tergenang air. Hingga di ujung rute yang sudah dekat dengan kantor saya, saya lihat ada aliran air hujan di tanah yang cukup lebar, melebihi ayunan langkah terjauh saya.  Tidak ada jalan lain, saya harus melompat, tanpa ancang-ancang, saya pun melompat dengan kaki kanan yang berpijak ke tanah terlebih dahulu. Karena lebar dan tanpa ancang-ancang, sebenarnya saya sampai di seberang tanah yang tidak dialiri air, tapi keseimbangan badan tidak bisa terjaga sehingga terpeleset.  Sewaktu terpeleset inilah, kaki kiri saya mencoba untuk menahannya, tetapi sekilas saya lihat tanahnya tidak datar, ada gundukan kecil sehingga kaki kiri pun terpeleset juga dan mengakibat suara yang hanya bisa saya dengar. Saya pun berseru, "patah kaki saya!!!"

Sekilas saya lihat tonjolan di kaki bagian dalam saya dengan warna agak kehitaman. Namun ketika saya mau raba saya tidak bisa menjangkaunya.  Saya pun berusaha untuk bangkit tetapi tidak ada daya untuk itu. Akhirnya saya pun hanya bisa mengangkat tangan ke atas, minta tolong.  Rupanya peristiwa jatuhnya saya dilihat teman guru di kejauhan, yang kemudian beliau teriak-teriak untuk memberitahu kejadian saya. Tidak lama datang siswa-siswa mengangkat saya dari genangan untuk di bawa ke kantor. Ketika diangkat itu saya lihat kaki kiri saya tidak terkulai.

Saya pun ditidurkan dimatras yang ada di kantor.  Sakit kadang muncul dari kaki saya yang patah itu.  Mulut saya tidak henti berdzikir kepada-Nya, diselingi rasa sakit, kadang muncul rasa takut dan masa depan akan kaki saya, cacatlah dan tidak bisa melakukan sesuatu seperti biasanya. Disela-sela ributnya teman-teman guru akan penanganan kaki saya, ada teman yang menegaskan jangan dibawa ke dokter/puskesmasrumah sakit tapi bawa ke tukang urut tulang.  Saya hanya diam saya belum bisa memutuskan, akhirnya saya ikuti apa yang menjadi keputusan teman guru. Teman guru yang lain berusaha untuk mencari kendaraan untuk mengantar saya ke tempat tukang urut tulang.

Singkat cerita saya sudah ada di mobil menuju tempat tukang urut, yang berjarak kurang lebih 10 km. Setiap mobil melewati jalanan jelek, terasa kaki saya sakit dan tulang seperti beradu antara ujung patahan yang satu dengan yang lainnya.  Saya pun hanya bisa berdzikir menahan sakit.  Rupanya rasa sakit dan beradunya tulang dirasakan juga teman guru yang tangannya memegang kaki saya di lutut dan telapak kaki.

Alhamdulillah, tukang urut berada di tempat di rumahnya, tidak sedang bepergian. Belakangan ketahuan ternyata beliau punya rencana ke kota sejak pagi, tetapi karena hujan sehingga batal untuk pergi.  Beliau membiarkan saya tetap berada di mobil dan langsung ditanganinya.  Dimulai dengan memegang kaki saya, dan kemudian mencoba menarik tulang yang patah untuk ditempat kembali ditempatnya semula.  Beliau bertanya apakah sakit, saya jawab tidak.  Setelah selesai, beliau kembali ke rumahnya dan kemudian membawa sebatang bambu kecil dan mengukur panjangnya dengan kaki saya.  Kembali lagi ke rumahnya, entah apa yang dikerjakannya karena memakan waktu yang cukup lama.

Rupanya beliau sedang membuat semacam alat dari bambu yang terrangkai mengelilingi kaki saya sehingga kaki saya tidak bisa bergerak bebas.  Diikat kuat dan dialasi kain ditempat ikatan kaki.  Kemudian beliau meminta air aqua besar dan beliau doakan airnya, yang mana air itu dipakai untuk kompres di kain yang disediakan untuk kaki saya.  Hanya itu, rasa sakit saya tidak terlalu lagi.  Kami pun pergi ke tempat dimana saya biasa bermalam di rumah teman.




Minggu, 05 Maret 2017

Nimbrung ngomongin tentang Raja Salman, walau telat diposin

(Kedatangan Raja Salman ke Indonesia begitu spektakuler, baik dari sebelum kedatangannya, setibanya di sini, hingga kepergiannya dari Jakarta.  yang pro maupun yang kontra.  he-he....)

konon,

Raja Arab mau datang ke sini,
ke negara indonesia!!!
yang benci Arab (siapa ayooo..?),
ribut menjelek-jelekkan dari A - Z,
yang langsung maupun tidak langsung.


Raja Saudi, atau lebih jelas Wahabi,
mau datang ke sini,
ke negara ahlu sunnah, dan mungkin juga (sebagian syiah),
yang benci Saudi atau Wahabi (siapa ayooo....?)
ribut juga tidak ketinggalan menjelek-jelekan dari Z - A.

Raja di Raja mau datang ke sini,
ke negara kebhinekaan,
yang benci Raja di Raja (siapa ayoo....?)
ribut menjelek-jelekan dari sabang hingga merauke.

he...he....
padahal Sang Raja, entah lah apa namanya mau Arab, Saudi, atawa Wahabi, atau Raja di Raja,
kan boleh jadi hanya membalas kunjungan seorang teman.
padahal Sang Raja, kan boleh jadi berbagi kesenangan dengan seorang teman.
padahal Sang Raja, kan boleh jadi hanya membantu kesulitan seorang teman.

he...he....
padahal Sang Raja, entahlah apa namanya Arab, Saudi, atawa Wahabi, bahkan Raja di Raja sekalipun,
menyadari jauh dari sosok sempurna sebagai manusia, apalagi dibandingkan para pembecinya.
menyadari jauh dari sosok sempurna sebagai manusia, bahkan walau seorang teman tidak menyukainya.

Boleh jadi kedatangannya untuk menutupi atau mengurangi ketidak sempurnaannya,
walau pun sudah begitu tidak akan menutupi bau busuk mulut para pembencinya.
Rasanya tidak elok,
untuk ukuran dunia yang fana,
dengan kelebihan yang melekat padanya,
tidak dihiasi bunga-bunga dengki dari para peng hasad di taman kehidupannya.
dan itu adalah sesuatu yang lumrah dan wajar saja.

untuk itu,
Selamat Datang di Indonesia
Sang Raja Arab, Saudi, Wahabi, Raja di Raja di dunia yang fana