Kata-kata di atas cukup populer di mayarakat Indonesia. Saya lupa apakah rangkaian kata tersebut dikategorikan sebagai sebuah istilah, atau kata-kata mutiara, atau peribahasa. Mungkin lebih dekat ke peribahasa, yang mempunyai arti atau makna yang lain yang lebih luas.
Kalau melihat dari makna sederhana dari peribahasa tersebut (saya katakana peribahasa saja) adalah bahwa sesuatu yang bersifat seperti itu, yaitu ketika satu jiwa, satu item apalah namanya mengalami kematian, maka akan tumbuh sesuatu yang sama sebanyak seribu jiwa atau seribu item tersebut. Artinya mempunyai makna perbanyakan, sehingga kalau seperti itu tidak akan ada istilah punah atau kepunahan. Bahkan bisa jadi diistilahkan dalam kejadian seperti itu adalah blooming.
Tetapi kalau kita melihat lebih dalam lagi dari istilah tersebut tentunya ada sebuah proses yang mengantarkan akan kejadian itu, yaitu kemampuan untuk mengembang diri atau berkembang biak kalau itu makhluk hidup yang cepat, ini yang pertama. Yang kedua adalah kemampuan yang terbatas pada predator atau sifat yang bertolak belakang dengan sesuatu tersebut yang akan mengimbangi atau menumpas objek yang berkembang pesat tersebut.
Dalam kehidupan di dunia ini, yang kita pelajari bersama dari rantai makanan memang semakin rendah tingkatannya akan semakin banyak populasinya dan tentunya karena adanya kemampuan berkembang biak yang lebih baik tetapi hal ini akan dimbangi proses pemangsaan dalam rantai makanan tersebut sehingga populasi tidak membengkak semakin besar. Dan biasanya akan timbul ketidakseimbangan populasi ketika salah satu mata rantai makanan tersebut hilang atau berkurang drastis yang akan mengakibatkan populasinya membengkak, sepeerti kejadian baru-baru ini wabah ulat bulu di beberapa tempat di jawa atau yang biasa petani rasakan adalah membengkaknya populasi tikus di sawah/kampung.
Namun ternyata peribahasa mati satu tumbuh seribu juga dipakai sesuatu yang berhubungan dengan keyakinan atau ideologi. Kita ingat bagaimana para pahlawan kita yang sedang berusaha merebut kemerdekaan dari tangan penjajah baik belanda maupun jepang menggunakan peribahasa ini ketika ada satu pejuang gugur karena perjuangan. Mereka tidak kecil hati dengan gugurnya satu pejuang karena mereka yakin akan muncul seribu pejuang baru yang akan memperjuangkan kemerdekaan. Kemampuan pengembangan ideology atau regenerasi ini disamping teknik berperang system gerilya mampu mengalahkan kemampuan teknologi perang yang dipunyai pihak penjajah.
Dalam beberapa tahun terakhir ini di Indonesia, khususnya pemerintah sedang memerangi terorisme yang seolah tidak ada habisnya, walaupun para pemimpinnya sudah ditembak mati, diperadilankan yang berujung dipenjara belasan tahun, begitu juga dengan perangkat yang ada diperbaharui entah itu perangkat hukumnya maupun kelembagaan yang menangani teroris ini, seperti densus 88 dan lain sebagainya, tetapi ternyata teroris seolah tidak pernah habis. Seperti diketahui bersama bahwa teroris di Indonesia berakar pada ideology atau keyakinan. Semua kejadian ini membuat semua pihak terutama masyarakat pada umum menjadi capai dan gerah dengan semua kejadian yang berhubungan dengan teroris ini. Tidak hanya itu pihak-pihak pemerintahan dari Negara luar pun seperti Amerika dan Australia ikut mencoba membantu dalam penyelesaian masalah terorisme di Indonesia ini.
Yang menjadi pertanyaan kita apakah terorisme di Indonesia yang berakar dari ideology atau keyakinan tersebut juga menganut peribahasa seperti judul yang di atas, mati satu tumbuh seribu. Artinya mereka mempunyai kemampuan untuk berkembang, sementara penangkal dari proses perkembangan tersebut belumlah memadai atau belum tepat sasaran sehingga keberadaan terorisme di Indonesia tidak akan pernah punah!!! Semoga……..
===========
Maaf, ikut
nebeng, bagi yang mau memenuhi kebutuhan hidupnya klik http://onstore.co.id/s/00367940001
Baca juga : http://mang-emfur.blogspot.co.id/2016/05/apakah-kita-hanya-mau-berpangku-tangan.html