Ali bin al-Husain yang terkenal dengan Zainal Abidin.
(Beliau adalah salah satu saksi hidup peristiwa karbala yang selamat dari peristiwa itu karena sedang sakit)
Ali bin al-Husain mengecam para pengikutnya yang mengkhianati dan membunuh ayahnya, al-Husain, "Wahai manusia! Aku benar-benar ingin bertanya kepada kalian, ingatkah kalian ketika kalian mengirimkan surat kepada ayahku, kemudian kalian menipunya? Kalian menjanjikan kepadanya kesetiaan dan bai'at, tetapi kalian memerangi dan meninggalkannya! Sungguh, perbuatan itu akan membinasakan kalian! Alangkah jelek pikiran kalian! Dengan mata yang mana kalian akan melihat Rasulullah saw ketika bertanya kepada kalian, "Kalian telah membunuh keluargaku dan menodai kehormatanku; kalian bukanlah umatku."
Maka bergemuruhlah suasana dengan tangisan para wanita yang mengharu biru dari segala penjuru. Mereka saling berkata, "Celakalah kalian disebabkan apa yang kalian lakukan!" Ali bin al-Husain kemudian berkata, "Semoga Allah 'Ajja wajjala mengasihi orang yang menerima nasehatku dan melaksanakan wasiatku menyangkut Allah 'Ajja wajjala dan Rasul-Nya serta keluarganya. Karena dalam diri Rasulullah saw terdapat suri teladan yang baik bagi kita."
Maka, serentak mereka semua berkata, "Kami semua akan mendengar, patuh dan menjagamu; kami tidak akan meremehkanmu dan tidak akan juga membenci dirimu. Perintahkanlah kamu (semaumu) -semoga Allah 'Ajja wajjala merahmatimu. Kami akan memerangi orang yang engkau perangi. Kami akan berdamai dengan orang yang engkau ajak berdamai. Kami benar-benar akan membawa yazid dan kami akan berlepas diri dari orang yang menzhalimimu dan menzhalimi kami."
Ali bin al-Husain berkata, "Mustahil, wahai para pengkhianat dan para pecundang! Aku tidak akan mengikuti keinginan kalian. Apakah kalian juga akan mengkhianatiku seperti yang kalian lakukan terhadap orangtuaku? Itu tidak akan pernah kulakukan, demi Rabb yang menciptakan unta-unta! Luka ini belumlah sembuh. Ayahku dan keluarganya terbunuh kemarin. Aku tidak akan lupa meninggalnya Rasulullah saw, keluarganya, serta ayahku dan anak-anaknya. Kesedihan itu selalu hadir setiap saat. Pahitnya masih terasa di tenggorokan dan kerongkonganku. Duri itu masih tetap bersarang di dadaku."
Ketika Imam Zainal Abidin lewat dan melihat penduduk Kufah sedang meratap dan menangis, ia membentak mereka seraya berkata, "Kalian meratapi dan menangisi kami; siapakah yang membunuh kami?"
(buku : Inilah Faktanya. Karya : Dr. Utsman bin Muhammad al-Khamis. hal 251-252)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar