Rabu, 28 Januari 2015

secuil coretan hati!

awal ketetapan hati, yang boleh jadi seiring dengan kematangan hati, seperti hati orang tua yang bijak yang katanya untuk lebih berhati-hati supaya nantinya tidak berakhir seperti orang makan hati yang ujung-ujungnya kena penyakit hati. tetapi karena hati yang sedang berbunga-bunga bergambar hati yang membiru, mau tidak mau ikut juga memperhatikan, tentu dengan kehati-hatian yang apa kata hati orangtua yang bijak tadi.

Ini adalah cerita tentang binatang sepupuan, maksudnya bukan sepu-puan tapi sepupu-an. artinya saudara jauh yang segenerasi karena hubungan darah dengan titik hubungan dari kakek, buyut, cicit dan eu, eu....yah itulah! kalau di sulawesi selatan ini dikenal dengan sepupu satu kali, dua kali, tiga kali dan seterusnya...(mungkin hingga lain kali! he-he....maaf!)

alkisah, sang tokek kembali berkotek di malam yang sepi, karena sebagian besar makhluk sudah terlelap berselimutkan rasa lelah setelah seharian mencari sesuap nasi dan sebongkah batu permata yang sedang digandrungi akhir-akhir ini! -eh...maaf, yang berkotek itu kan ayam bukan tokek, lah kalau tokek apa ya? ah nda apa-apalah, begitu saja. tapi justru karena itulah sang tokek yang berkotek, dunia malam yang tadinya sunyi senyap kecuali para pekerja di dunia malam, seperti kunang-kunang, kupu-kupu malam dan lain sebagainya, menjadi kembali hiruk pikuk. apalagi bunyi sang tokek yang berkotek berbunyi agak sumbang : "lantik, tidak, lantik, tidak, lantik, tidak..............."

yang lebih heboh lagi adalah adanya kekhawatiran yang amat sangat dari sang tokek, hal itu terlihat dari wajah dan bahasa gerak tubuhnya ketika melantunkan syair mautnya itu. untuk pengamat perbinatangan itu sangat dimengerti karena apa yang terjadi dengan sepupu sang tokek sendiri yang sedang berseteru karena lahan parkir yang menjadi tempat kongkow untuk komunitas mereka, yaitu sang cicak dan sang buaya. seperti yang sudah kita prediksikan bahwa sang cicak adalah adik sepupuan dari sang tokek, sedangkan sang buaya adalah kakak sepupuan dari sang tokek. sang tokek yang mempunyai rasa empati persaudaraan perbinatangan sangat prihatin dengan perseteruan itu, karena perselisihan kedua sepupunya akan mengakibatkan ketidak seimbangan keharmonisan tidak hanya bagi binatang sejenis tapi juga binatang tidak sejenis bahkan juga lingkungan hutan secara keseluruhan.

Yang lebih memprihatinkan lagi bagi sang tokek, karena kakak sepupuan lainnya yaitu sang komodo, tidak terlalu peduli dengan semua itu. yaahhhh...kita sendiri tahu, sang komodo sudah terlalu enak hidupnya di ruang kaca sana dengan statusnya. makan sudah disediakan, minuman terbaik disiapkan, hingga hari-hari kerjanya berfoto selfie. walau pernah diminta tolong oleh sang tokek untuk membantu meredakan ketegangan di dunia perbinatangan ini, apalagi itu adalah menyangkut saudara-saudara sepupunya, sang komodo bersikap cuek bingit bahkan seakan melecehkan dengan mengatakan, "tidak level! untuk apa mengurus binatang-binatang tak berakal!" Hiks. "duh, sakitnya tuh di sini, di sini, di sini..." keluh sang tokek! (sambil nunjuk-nunjuk bagian yang sakit!)

Hiruk pikuk malam yang tidak biasanya dan tidak seharusnya terus berjalan seiring waktu. apalagi muncul pihak-pihak yang merasa terganggu saat-saat istirahatnya, baik yang ingin membantu untuk mendamaikan suasana maupun yang menyalahkan sang tokek, atau hanya sekedar ingin menonton apa yang terjadi tapi juga mengomentari apa yang terjadi -dan ini jumlahnya sangat buanyak, tentu juga sibuk dengan perangkat Hp untuk mengabadikan kejadian entah itu foto atau video. weleh-weleh....

Akhirnya keributan dan kehebohan itu mengundang komite hutan untuk bereaksi dan beraksi demi keharmonisan hutan tetap terjaga sehingga hutan sebagai tempat rekreasi tidak terganggu dengan rivalitas sang cicak dan sang buaya, dan tentunya irama merdu sang tokek kembali ke asal muasalnya, yaitu, "tok, keeeee, tok, keeeee, tok, keeee.........." Tapi itu memang tidak mudah, komite hutan yang diketuai sang raja rimba, yang terhormat leon sang singa, memerlukan energi lebih dan seni negosiasi tingkat tinggi dan super tinggi, agar supaya percepatan penyelesaian konflik berjalan singkat dan tidak terkatung-katung, termasuk meminta kesediaan dari sang komodo untuk membantu komite hutan.

sayang, hingga siang menampakkan diri dan mentari bersolek di pelataran langit, drama ini belum menampakkan tanda-tanda akan selesai. karena ego masing-masing oknum terlalu dikedepankan!

......bagaimana selanjutnya? bersambung ke edisi berikutnya!

(ini hanya cerita fiktif, mohon maaf dan jangan tersinggung apalagi melaporkan ke yang berwajib jika ada kesamaan nama dan tempat!)

Tidak ada komentar: