Khalifah Umar: "Akulah sejelek-jelek kepala negara apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan"
Khalifah Umar: "Akulah sejelek-jelek kepala negara apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan"
Berita Islam 24H - Salah satu tujuan ditegakkannya wilâyah
(pemerintahan) adalah menyejahterakan rakyat. Seorang waliyul amri
(pemimpin) bertugas menciptakan kesejahteraaan rakyat melalui
kebijaksanaan yang diambilnya. Dalam masalah ini peran waliyul amri
sangat besar, tanggung jawab ini berada di pundaknya. Kelak ia akan
ditanya tentangnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ كُلُكُمْ رَاع، وَكُلُكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالإِمَامُ
الَّذِى عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang apa
yang dipimpinnya. Imam (waliyul amri) yang memerintah manusia adalah
pemimpin dan ia akan ditanya tentang rakyatnya.” [Shahihul-Bukhâri]
Jangan sampai ada seorang rakyatnya yang terlantar apalagi mati
kelaparan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Khulafâur
Râsyidîn sebagai pemimpin telah memberikan teladan yang baik dalam
menyejahterakan rakyat.
Sebagai contoh, Amîrul Mukminîn Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu
‘anhu, pada masa paceklik dan kelaparan, ia Radhiyallahu ‘anhu hanya
makan roti dan minyak sehingga kulitnya berubah menjadi hitam. Umar
Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Akulah sejelek-jelek kepala negara apabila
aku kenyang sementara rakyatku kelaparan.”
Pada masa kekhalifahan Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu terjadi
musibah paceklik pada akhir tahun ke 18 H, tepatnya pada bulan
Dzulhijjah, dan berlangsung selama 9 bulan. Masyarakat sudah mulai
kesulitan. Kekeringan melanda seluruh bumi Hijaz, dan orang-orang mulai
merasakan sangat kelaparan.
Tahun ini disebut juga tahun ramadah karena permukaan tanah menjadi
hitam mengering akibat sedikitnya turun hujan, hingga warnanya sama
dengan ramad (debu). Pada saat itu daerah Hijaz benar-benar kering
kerontang. Penduduk-penduduk pedesaan banyak yang mengungsi ke Madinah
dan mereka tidak lagi memiliki bahan makanan sedikitpun. Mereka segera
melaporkan nasib mereka kepada Amîrul Mukminîn Umar bin al-Khaththab
Radhiyallahu ‘anhu.
Umar Radhiyallahu ‘anhu cepat tanggap dan menindaklanjuti laporan ini.
Dia segera membagi-bagikan makanan dan uang dari baitul mâl hingga
gudang makanan dan baitul mâl kosong total. Dia juga memaksakan dirinya
untuk tidak makan lemak, susu maupun makanan yang dapat membuat gemuk
hingga musim paceklik ini berlalu. Jika sebelumnya selalu dihidangkan
roti dan lemak susu, maka pada masa ini ia hanya makan minyak dan cuka.
Dia hanya mengisap-isap minyak, dan tidak pernah kenyang dengan makanan
tersebut. Hingga warna kulit Umar Radhiyallahu ‘anhu menjadi hitam dan
tubuhnya kurus; dan dikhawatirkan dia akan jatuh sakit dan lemah.
Kondisi ini berlangsung selama 9 bulan.
Umar Radhiyallahu ‘anhu selalu mengontrol rakyatnya di Madinah pada masa
peceklik ini. Umar Radhiyallahu ‘anhu tidak menemukan seorangpun yang
tertawa, ataupun berbincang-bincang di rumah sebagaimana biasanya. Umar
Radhiyallahu ‘anhu tidak pula menemukan orang yang meminta-minta. Dia
bertanya apa sebabnya, lalu ada seseorang yang berkata kepadanya:
“Mereka pernah meminta tetapi tidak ada yang dapat diberikan, akhirnya
mereka tidak lagi meminta.
Sementara mereka benar-benar dalam keadaan yang menyedihkan dan sangat
memprihatinkan, sehingga mereka tidak lagi bisa berbincang-bincang
ataupun tertawa.”
Akhirnya Umar Radhiyallahu ‘anhu mengirim surat kepada gubernurnya Abu
Musa Radhiyallahu ‘anhu di Bashrah (Irak) yang isinya: “Bantulah umat
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam! Mereka hampir binasa.” Setelah
itu ia juga mengirim surat yang sama kepada gubernur ‘Amru bin Al-‘Ash
Radhiyallahu ‘anhu di Mesir. Kedua gubernur ini mengirimkan bantuan ke
Madinah dalam jumlah besar, terdiri dari makanan dan bahan pokok berupa
gandum. Bantuan ‘Amru Radhiyallahu ‘anhu dibawa melalui laut hingga
sampai ke Jedah, kemudian dari sana baru dibawa ke Mekkah dan Madinah.
Abu Ubaidah Radhiyallahu ‘anhu pernah datang ke Madinah membawa 4000
hewan tunggangan yang dipenuhi makanan. Umar Radhiyallahu ‘anhu
memerintahkannya untuk membagi-bagikannya di perkampungan sekitar
Madinah. Setelah selesai menjalankan tugasnya, Umar Radhiyallahu ‘anhu
memberikan uang sebanyak 4000 dirham kepadanya, namun Abu Ubaidah
Radhiyallahu ‘anhu menolaknya. Tetapi Khalifah Umar Radhiyallahu ‘anhu
terus memaksanya hingga akhirnya ia mau menerimanya.
Sebagai bentuk kepedulian Umar Radhiyallahu ‘anhu terhadap nasib
rakyatnya pada masa paceklik ini, ia keluar melakukan shalat istisqâ’
(shalat minta hujan). At-Thabarani rahimahullah meriwayatkan dari
Tsumâmah bin Abdillâh bin Anas Radhiyallahu ‘anhu , dari Anas
Radhiyallahu ‘anhu bahwa Umar Radhiyallahu ‘anhu keluar untuk
melaksanakan doa minta hujan. Dia keluar bersama al-Abbâs Radhiyallahu
‘anhu, paman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan memintanya
berdoa minta turun hujan. Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Ya Allah
Azza wa Jalla sesungguhnya apabila kami ditimpa kekeringan sewaktu
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, maka kami meminta
kepada-Mu melalui Nabi kami; dan sekarang kami meminta kepada-Mu melalui
paman Nabi kami Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Setelah itu keadaan berubah kembali menjadi normal sebagaimana biasanya.
Akhirnya para penduduk yang mengungsi tadi, bisa pulang kembali ke
rumah mereka.
Demikianlah hingga Khalifah Umar Radhiyallahu ‘anhu berhasil melewati
masa-masa kritis itu dengan bijaksana. Dan dia menyelamatkan rakyatnya
dari musibah kekeringan dan kondisi sulit itu melalui kebijaksanaannya
yang tepat.
[beritaislam24h.net / ppc]
(http://www.beritaislam24h.net/2017/01/khalifah-umar-akulah-sejelek-jelek.html)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar