“Allah tidak melarang kamu
berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam
urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berbuat adil.” (Al-Quran surat Al-Mumtahanah ayat 8)
Asbabun Nuzul atau sebab-sebab
turunnya ayat ini adalah Qutailah, ibu kandung Asma, adalah istri Abu Bakar. Ia
dicerai Abu Bakar pada masa Jahiliyah. Ia pernah menghadiahi Asma sebuah
bingkisan. Mulanya, Asma menolak, bahkan tidak memperkenalkan ibunya masuk rumah. Kemudian,
Asma menanyai Rasulullah saw, “Bolehkan aku berbuat baik kepadanya dengan
menerima bingkisan itu?” Beliau menjawab, “Ya, boleh.” Maka, turunlah ayat ini,
menegaskan bahwa Allah swt membolehkan seseorang berbuat baik kepada orangtua
yang tidak memusuhi Islam. (HR. Bukhari)
Walau asbabun nuzulnya bertalian
hubungan anak dan orangtua yang berbeda keyakinan tetapi kita bisa membaca
bahwa Allah menetapkan hubungan baik itu untuk semua orang yang berbeda
keyakinan dengan kita, umat Islam.
Hubungan social kemasyarakatan dengan sesama manusia walau berbeda
keyakinan tetap berjalan dengan baik selama mereka tidak memerangi kita karena
agama. Hal ini banyak digambarkan ketika
zaman Rasulullah saw dan pada awal-awal kepemimpinan setelah Rasulullah saw meninggal. Bagi saya, Justru melakukan hubungan baik
dengan sesama manusia yang berbeda keyakinan merupakan suatu dakwah yang luar
biasa dan yang sebenar-benarnya kepada
mereka, dibandingkan dengan hanya bicara di mimbar-mimbar. Banyak kisah yang
menceritakan hal semacam ini sehingga mereka (kaum di luar Islam) akhirnya
masuk Islam gara-gara perlakuan yang baik kaum muslimin terhadap mereka.
Madinah Al-Munawaroh di bawah
kepemimpinan Rasulullah saw yang didasarkan kepada Al-Quran sebagai dasar hukum
bermasyarakat dan bernegara, ternyata
banyak juga yang hidup dan berkehidupan di Madinah walau keyakinan mereka
berbeda. Bahkan Rasulullah saw sendiri
pernah merawat seorang nenek Yahudi yang buta yang hidup sebatang kara. Kebencian atau ketidak sukaan antar keyakinan
pasti selalu ada entah itu dimunculkan atau tidak. Allah swt sendiri menyatakan seperti itu,
Walan tardho ‘ankal yahudi wan nashoro illa millatahum. Mereka kaum yahudi dan Nasrani tidak akan
ridho kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka.
Nah, yang jadi pertanyaan kita untuk
saat ini yaitu pengertian memerangi dan mengusir, sampai sejauh mana hal itu
menjadi batasan bagi kita. Kalau perang
secara fisik dan mempergunakan senjata dan
mengusir secara fisik dari kampong halaman kita, itu mungkin sudah jelas bagi
kita tetapi bagaimana jika kita berada dalam lingkup kehidupan bermasyarakat
yang majemuk dan aturan yang mengatur kehidupan bermasyarakat juga bukan
berdasarkan Al-quran (plus kepemimpinan yang tidak terlalu mendukung kepada
ajaran Islam)? Rasulullah saw ketika
menyuapi si nenek buta yang beragama yahudi, si nenek selalu menyumpahi dan
berkata hal-hal yang tidak baik tentang
Rasulullah saw. Tetapi Rasulullah saw
pun tetap diam tidak menyampaikan bahwa beliau adalah Rasulullah yang selalu disumpahi dan
dicaki maki si nenek tersebut dan
kemudian tetap merawat si nenek buta
yang yahudi tersebut. Karena perlakuan
Rasulullah saw inilah sehingga ketika si nenek buta yahudi itu tahu bahwa yang
merawat selama ini adalah orang yang dia benci akhirnya si nenek masuk Islam.
Apakah sikap si nenek buta yang
yahudi itu sudah termasuk memerangi akidah kita dan mengusir segala embel-embel
keislaman (ibadah, simbol-simbol dan sistem social kemasyarakat). Atau apakah
sikap diamnya Rasulullah saw merupakan sikap menerima begitu saja ketika dicaci
maki orang yang diluar keyakinan (saya yakin tidak, di luar mukjizat kehebatan
sebagai seorang Rasul yaitu yang dengan izin Allah swt mengetahui sesuatu yang
akan terjadi di kemudian hari, minimal
Rasulullah saw akan mendoakan akan hidayah Allah swt baginya, si nenek buta
yang yahudi itu) atau Rasulullah saw menilai kekuatan yang mencaci maki dirinya
hanyalah seorang nenek-nenek tua yang
tidak punya kekuatan apapun di belakangnya, sebatang kara, buta lagi??
Apalagi yang mengetahui tentang kejadian ini hanyalah Rasulullah saw sendiri
saja. Siti Aisyah ra sebagai istri yang
sangat dicintai Rasulullah saw hanya tahu bahwa Rasulullah saw secara rutin berangkat ke rumah nenek buta
yang yahudi itu, beliau tidak tahu apa yang terjadi di rumah si nenek buta yang
yahudi itu.
Perlakuan adil terhadap mereka
yang diluar keyakinan Islam, juga banyak dikisahkan, bahkan itu berhubungan
dengan pemimpim Islam sendiri. Salah satunya kita pernah mendengar bagaimana
Ali bin Abi Thalib ra sebagai khalifah ketika itu bermasalah dan berperkara
dengan seorang yahudi karena sesuatu hal.
Ali bin Abi Thalib ra sendiri meminta kepada hakim yang menangani
perkara itu yang tiada lain sahabatnya sendiri meminta menempatkannya bukan sebagai
pemimpin tetapi sebagai rakyat biasa dalam persidangan itu. Dan akhirnya karena fakta persidangan kasus
itu dimenangkan oleh lawan Ali bin Abi Thalib yang seorang Yahudi. Tetapi justru karena hal tersebut membuat si
Yahudi akhirnya memeluk Islam.
Tetapi dalam kesempatan lain
Rasulullah saw dengan izin Allah swt memerangi dan mengusir komunitas yahudi
dari Madinah yang mau mencelakai dirinya dengan mempergunakan kekerasan
fisik. Padahal mereka terikat perjanjian
dengan Rasulullah saw dan itu merupakan harga yang pantas yang mereka dapatkan
jika melawan Rasulullah saw dan Islam.
Ibnu Umar berkata, “kaum Yahudi
Bani Nadhir dan Bani Quraizhah selalu memerangi Rasulullah saw, sehingga beliau
pun mengusir Bani Nadhir dan membiarkan Bani Quraizhah sekaligus membebaskan
mereka. Namun setelah itu, Bani Quraizhah juga ikut memerangi, maka beliau pun
membunuh kaum laki-laki serta membagikan kaum wanita, anak-anak kecil berikut
harta benda mereka di antara kaum muslimin. Kecuali, mereka yang meminta
perlindungan kepada beliau, maka beliau pun memberikan keamanan kepada mereka
sehingga mereka pun beriman. Rasulullah saw juga mengusir orang-orang yahudi
Madinah seluruhnya, yaitu Bani Qainuqa’ (kaum Abdullah bin Salam), Yahudi Bani
Haritsah dan setiap orang yahudi yang berada di Madinah.” (HR. Muslim)
Kisah lain dialami oleh sahabat
terbaik Rasulullah saw yaitu Abu Bakar Ash-shiddiq ra yang merupakan sebab
turunnya ayat Al-Quran surat Al-Mujadalah ayat 22. Ibnu Juraij menuturkan, pada suatu hari, Abu
Quhafah (ayah Abu Bakar ra) mencaci maki Nabi saw. Lalu Abu Bakar memukulinya
keras-keras sampai jatuh terpelanting.
Lalu, hal itu dilaporkan kepada Nabi saw. Beliau kemudian menanyai Abu Bakar ra,
“Apakah benar engkau telah melakukan hal itu, Abu Bakar?” Dia menjawab, “Demi
Allah seandainya di dekatku ada pedang, niscaya ia akan aku sabet dengan pedang
itu.” (HR. Ibnul Mundzir)
Sedangkan firman Allah yang
berkaitan dengan hadits tadi adalah, “Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan
suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akherat saling berkasih sayang
dengan orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang itu bapaknya,
anaknya, saudaranya atau keluarganya. Mereka itulah orang-orang yang dalam
hatinya telah ditanamkan Allah keimanan dan Allah telah menguatkan mereka
dengan pertolongan yang datang dari Dia. Lalu dimasukkannya mereka ke dalam surga
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun
merasa puas terhadap terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Merekalah golongan Allah. Ingatlah,
sesungguhnya golongan Allah itulah yang beruntung.”
Kalau berkasih sayang dengan mereka saja sesuatu yang tidak mungkin, bagaimana mungkin mereka bisa dijadikan pemimpin untuk kita dan mengurusi kebutuhan kita di kehidupan di dunia ini? Dalam sejarah awal kehidupan oknum yang menentang Allah adalah Iblis. Iblis sendiri berasal dari kata ablasa yang berarti menolak. Iblis yang pertama menolak dan menentang perintah Allah adalah Jin. Gambaran ini diceritakan oleh Allah melalui firmannya surat Al-Kahfi ayat 50-51, "Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat, "Sujudlah kamu kepada Adam!" Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Dia adalah dari (golongan) Jin, maka dia mendurhakai perintah Tuhannya. Pantaskah kamu menjadikan dia pemimpin selain Aku, padahal mereka adalah musuhmu? Sangat buruklah (iblis itu) sebagai pengganti (Allah) bagi orang yang zalim. Aku tidak menghadirkan mereka (iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri, dan Aku tidak menjadikan orang yang menyesatkanitu sebagai penolong."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar