Senin, 25 April 2016

Ada apa dengan kamu, saudaraku?


“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil.” (Al-Quran surat Al-Mumtahanah ayat 8)

Asbabun Nuzul atau sebab-sebab turunnya ayat ini adalah Qutailah, ibu kandung Asma, adalah istri Abu Bakar. Ia dicerai Abu Bakar pada masa Jahiliyah. Ia pernah menghadiahi Asma sebuah bingkisan. Mulanya, Asma menolak, bahkan tidak  memperkenalkan ibunya masuk rumah. Kemudian, Asma menanyai Rasulullah saw, “Bolehkan aku berbuat baik kepadanya dengan menerima bingkisan itu?” Beliau menjawab, “Ya, boleh.” Maka, turunlah ayat ini, menegaskan bahwa Allah swt membolehkan seseorang berbuat baik kepada orangtua yang tidak memusuhi Islam. (HR. Bukhari)

Walau asbabun nuzulnya bertalian hubungan anak dan orangtua yang berbeda keyakinan tetapi kita bisa membaca bahwa Allah menetapkan hubungan baik itu untuk semua orang yang berbeda keyakinan dengan kita, umat Islam.  Hubungan social kemasyarakatan dengan sesama manusia walau berbeda keyakinan tetap berjalan dengan baik selama mereka tidak memerangi kita karena agama.  Hal ini banyak digambarkan ketika zaman Rasulullah saw dan pada awal-awal kepemimpinan setelah Rasulullah saw meninggal.  Bagi saya, Justru melakukan hubungan baik dengan sesama manusia yang berbeda keyakinan merupakan suatu dakwah yang luar biasa dan yang sebenar-benarnya  kepada mereka, dibandingkan dengan hanya bicara di mimbar-mimbar. Banyak kisah yang menceritakan hal semacam ini sehingga mereka (kaum di luar Islam) akhirnya masuk Islam gara-gara perlakuan yang baik kaum muslimin terhadap mereka.

Madinah Al-Munawaroh di bawah kepemimpinan Rasulullah saw yang didasarkan kepada Al-Quran sebagai dasar hukum bermasyarakat dan bernegara,  ternyata banyak juga yang hidup dan berkehidupan di Madinah walau keyakinan mereka berbeda.  Bahkan Rasulullah saw sendiri pernah merawat seorang nenek Yahudi yang buta yang hidup sebatang kara.  Kebencian atau ketidak sukaan antar keyakinan pasti selalu ada entah itu dimunculkan atau tidak.  Allah swt sendiri menyatakan seperti itu, Walan tardho ‘ankal yahudi wan nashoro illa millatahum.   Mereka kaum yahudi dan Nasrani tidak akan ridho kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka.

Nah, yang jadi pertanyaan kita untuk saat ini yaitu pengertian memerangi dan mengusir, sampai sejauh mana hal itu menjadi batasan bagi kita.  Kalau perang secara fisik dan mempergunakan senjata  dan mengusir secara fisik dari kampong halaman kita, itu mungkin sudah jelas bagi kita tetapi bagaimana jika kita berada dalam lingkup kehidupan bermasyarakat yang majemuk dan aturan yang mengatur kehidupan bermasyarakat juga bukan berdasarkan Al-quran (plus kepemimpinan yang tidak terlalu mendukung kepada ajaran Islam)?  Rasulullah saw ketika menyuapi si nenek buta yang beragama yahudi, si nenek selalu menyumpahi dan berkata  hal-hal yang tidak baik tentang Rasulullah saw.  Tetapi Rasulullah saw pun tetap diam tidak menyampaikan bahwa beliau  adalah Rasulullah yang selalu disumpahi dan dicaki maki si nenek tersebut  dan kemudian  tetap merawat si nenek buta yang yahudi tersebut.  Karena perlakuan Rasulullah saw inilah sehingga ketika si nenek buta yahudi itu tahu bahwa yang merawat selama ini adalah orang yang dia benci akhirnya si nenek masuk Islam.

Apakah sikap si nenek buta yang yahudi itu sudah termasuk memerangi akidah kita dan mengusir segala embel-embel keislaman (ibadah, simbol-simbol dan sistem social kemasyarakat). Atau apakah sikap diamnya Rasulullah saw merupakan sikap menerima begitu saja ketika dicaci maki orang yang diluar keyakinan (saya yakin tidak, di luar mukjizat kehebatan sebagai seorang Rasul yaitu yang dengan izin Allah swt mengetahui sesuatu yang akan terjadi di kemudian hari,  minimal Rasulullah saw akan mendoakan akan hidayah Allah swt baginya, si nenek buta yang yahudi itu) atau Rasulullah saw menilai kekuatan yang mencaci maki dirinya hanyalah seorang nenek-nenek tua yang  tidak punya kekuatan apapun di belakangnya, sebatang kara, buta lagi?? Apalagi yang mengetahui tentang kejadian ini hanyalah Rasulullah saw sendiri saja.  Siti Aisyah ra sebagai istri yang sangat dicintai Rasulullah saw hanya tahu bahwa Rasulullah saw  secara rutin berangkat ke rumah nenek buta yang yahudi itu, beliau tidak tahu apa yang terjadi di rumah si nenek buta yang yahudi itu.

Perlakuan adil terhadap mereka yang diluar keyakinan Islam, juga banyak dikisahkan, bahkan itu berhubungan dengan pemimpim Islam sendiri. Salah satunya kita pernah mendengar bagaimana Ali bin Abi Thalib ra sebagai khalifah ketika itu bermasalah dan berperkara dengan seorang yahudi karena sesuatu hal.  Ali bin Abi Thalib ra sendiri meminta kepada hakim yang menangani perkara itu yang tiada lain sahabatnya sendiri meminta menempatkannya bukan sebagai pemimpin tetapi sebagai rakyat biasa dalam persidangan itu.  Dan akhirnya karena fakta persidangan kasus itu dimenangkan oleh lawan Ali bin Abi Thalib yang seorang Yahudi.  Tetapi justru karena hal tersebut membuat si Yahudi akhirnya memeluk Islam.

Tetapi dalam kesempatan lain Rasulullah saw dengan izin Allah swt memerangi dan mengusir komunitas yahudi dari Madinah yang mau mencelakai dirinya dengan mempergunakan kekerasan fisik.  Padahal mereka terikat perjanjian dengan Rasulullah saw dan itu merupakan harga yang pantas yang mereka dapatkan jika melawan Rasulullah saw dan Islam.  

Ibnu Umar berkata, “kaum Yahudi Bani Nadhir dan Bani Quraizhah selalu memerangi Rasulullah saw, sehingga beliau pun mengusir Bani Nadhir dan membiarkan Bani Quraizhah sekaligus membebaskan mereka. Namun setelah itu, Bani Quraizhah juga ikut memerangi, maka beliau pun membunuh kaum laki-laki serta membagikan kaum wanita, anak-anak kecil berikut harta benda mereka di antara kaum muslimin. Kecuali, mereka yang meminta perlindungan kepada beliau, maka beliau pun memberikan keamanan kepada mereka sehingga mereka pun beriman. Rasulullah saw juga mengusir orang-orang yahudi Madinah seluruhnya, yaitu Bani Qainuqa’ (kaum Abdullah bin Salam), Yahudi Bani Haritsah dan setiap orang yahudi yang berada di Madinah.” (HR. Muslim)

Kisah lain dialami oleh sahabat terbaik Rasulullah saw yaitu Abu Bakar Ash-shiddiq ra yang merupakan sebab turunnya ayat Al-Quran surat Al-Mujadalah ayat 22.  Ibnu Juraij menuturkan, pada suatu hari, Abu Quhafah (ayah Abu Bakar ra) mencaci maki Nabi saw. Lalu Abu Bakar memukulinya keras-keras sampai jatuh terpelanting.  Lalu, hal itu dilaporkan kepada Nabi saw.  Beliau kemudian menanyai Abu Bakar ra, “Apakah benar engkau telah melakukan hal itu, Abu Bakar?” Dia menjawab, “Demi Allah seandainya di dekatku ada pedang, niscaya ia akan aku sabet dengan pedang itu.” (HR. Ibnul Mundzir)


Sedangkan firman Allah yang berkaitan dengan hadits tadi adalah, “Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akherat saling berkasih sayang dengan orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya atau keluarganya. Mereka itulah orang-orang yang dalam hatinya telah ditanamkan Allah keimanan dan Allah telah menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari Dia. Lalu dimasukkannya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya.  Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap terhadap (limpahan rahmat)-Nya.  Merekalah golongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah itulah yang beruntung.”

Kalau berkasih sayang dengan mereka saja sesuatu yang tidak mungkin, bagaimana mungkin mereka bisa dijadikan pemimpin untuk kita dan mengurusi kebutuhan kita di kehidupan di dunia ini? Dalam sejarah awal kehidupan oknum yang menentang Allah  adalah Iblis.  Iblis sendiri berasal dari kata ablasa yang berarti menolak.  Iblis yang pertama menolak dan menentang perintah Allah adalah Jin.  Gambaran ini diceritakan oleh Allah melalui firmannya surat Al-Kahfi ayat 50-51, "Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat, "Sujudlah kamu kepada Adam!" Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Dia adalah dari (golongan) Jin, maka dia mendurhakai perintah Tuhannya. Pantaskah kamu menjadikan dia pemimpin selain Aku, padahal mereka adalah musuhmu? Sangat buruklah (iblis itu) sebagai pengganti (Allah) bagi orang yang zalim. Aku tidak menghadirkan mereka (iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri, dan Aku tidak menjadikan orang yang menyesatkanitu sebagai penolong."


Tidak ada komentar: