Ketika Nabi Musa as mau meninggalkan umatnya untuk sementara waktu maka beliau mendelegasikan untuk urusan umat kepada saudaranya yang seorang nabi juga, yaitu Harun as. Tetapi umat nabi Musa as, yaitu Bani Israel, rupanya tidak terlalu sreg dengan kondisi ini. Mereka yang sudah merasa nyaman dengan nabi Musa as, merasa kurang pas dengan nabi Harun as.
Bani Israel, yang diberi oleh Allah swt kelebihan dibandingkan umat lainnya, justru memakai kelebihannya itu menjadi karakter yang jelek, berbelit-belit, pinter tapi keblinger, hingga yang terparah adalah membunuh Nabi nya sendiri. Nabi Musa as dan nabi Harun as adalah utusan Allah swt yang diutus bersamaan untuk bani israel. Tentunya keduanya membawa ajaran dan kebenaran yang sama.
Dari kasus di atas, bisa diambil pelajaran bagi kita (termasuk saya sendiri, apalagi bagi yang mengaku orang-orang pintar dan berakal "sehat"), jangan mengikuti enaknya pada orang, sreg atau pasnya pada orang, tapi pada kebenaran. Siapa pun yang membawa kebenaran itu yang kita ikuti atau kita benarkan. Karena kalau tidak begitu, seseorang yang tidak benar dan kita ikuti, kita belain, bisa jadi ada yang salah dengan diri kita, kalau kita tidak buta dengan mata kita, pasti buta mata hati kita.
Dari sini bisa kita kembangkan, bukan hanya pada orang tapi juga kasus2 yang sifatnya kondisional. yaaahhh....mungkin kita banyak kelemahan sehingga tidak bisa menilai secara keseluruhan, tetapi tidak ada salahnya untuk kita mencoba menilai untuk melatih visi hati kita dalam pengembangan diri karena juga kita punya hak untuk itu. Artinya kita tidak usah melarang orang untuk juga mencoba menilai sesuatu, karena dengan melarang berarti kita juga merasa menekan orang untuk berkembang. Biarkanlah semua argumen bersebrangan karena kebenaran tidak akan hilang, walau suatu saat tidak terlihat, tapi yakinlah saat lain kebenaran akan muncul ke permukaan,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar