Rabu, 21 September 2016

Hubungan Manusia, Alam dan Rasa Malu.


Mungkin anda yang tinggal di kota dan sudah tersentuh budaya modern akan heran jika pada saat ini masih ada orang yang punya rumah, kendaraan bermotor tetapi untuk urusan membuang hajat (maaf, BAB) masih pergi ke suatu tempat di luar rumah, artinya di rumahnya tidak tersedia WC atau toilet untuk menyelesaikan urusan yang satu itu.  Mereka pergi ke kebun, hutan atau padang rumput yang tinggi.  Heran anda akan semakin berkurang karena itu tidak terjadi di kota di mana anda tinggal, tetapi di desa yang jauh dari kota. 
Anda mungkin akan bertanya apakah tidak repot, malu dan mungkin nantinya akan menyebarkan penyakit dengan perilaku seperti itu.  Yaaa….untuk urusan repot, barangkali pengertian repot antara anda dengan masyarakat desa yang seperti itu agak berbeda, dan penjelasan berikutnya mungkin anda akan lebih memahami.  Urusan malu!! Malu sama siapa, karena di kebun dan hutan yang banyak pohon2 memudahkan anda untuk bersembunyi dari pandangan orang biar siang hari, kalaupun ada orang yang lewat mungkin dengan isyarat suara orang yang lewat akan mengerti apa maksudnya.  Di padang rumput ilalang yang tingginya hampir satu meter dengan mudah menyembunyikan diri dari pandangan orang.  Jadi apa masalahnya?  Penyakit! Yaa…kejadian penyebaran penyakit dari kotoran manusia di desa jarang terjadi, bahkan saya berfikir dengan dengan perilaku seperti itu tanah menjadi subur secara alami! He-he….
Tetapi kemudian dalam dua tahun terakhir ini ada perubahan perilaku tentang hal tersebut.  Di mulai dengan sebagian orang mencoba untuk menanam padi di lahannya pada musim hujan.  Ternyata hasilnya cukup lumayan sehingga mereka tidak perlu lagi membeli beras ke pasar.  Langkah awal menanam padi ini kemudian menyebar ke semua masyarakat sehingga mereka pun yang sebelumnya tidak menanam padi mulai membersihkan lahannya dari pohon2 besar, rumput ilalang dan yang menghambat proses penanaman padi.  Praktis setiap tahun lahan di desa tersebut menjadi bersih karena persiapan mereka menyabut musim hujan dan musim menanam padi.  Di pertengahan musim hujan terlihat desa tersebut hijau dengan tanaman padi yang terhampar luas, dan keindahan padi yang menguning dengan bulir-bulirnya yang bergelayutan  di akhir musim menjelang panen.   
Karena lahan menjadi kosong, bersih dan desa seakan diwarnai tanah kecoklatan, justru mengurangi lahan untuk warga yang biasa membuang hajat (maaf, BAB) di sembarang tempat. Rasa malu dari masyarakat pun muncul karena tidak terlalu bebas lagi untuk melakukan hal itu, hatta jika malam sekalipun.  Sehingga terfikirkan bagi mereka untuk membuat WC atau toilet di rumah mereka masing-masing, walau dengan bentuk yang sangat sederhana!!  Lahan yang selama bertahun-tahun menampung pupuk organic dari manusia sehingga menjadi subur, lama-lama kesuburannya berkurang karena ditanami tumbuhan padi.  Tetapi karena pintarnya manusia untuk mengurangi kesuburan tersebut dan karena doktrin yang sudah mengakar maka digantilah dengan pupuk kimia untuk menjaga dan meningkatkan kesuburan lahan. 

Karena pemanfaatan lahan menimbulkan perubahan perilaku pada manusia tetapi disisi lain lahan menerima akibatnya dengan menerima unsur-unsur kimiawi yang justru mengurangi nilai alami dari alam itu sendiri.

Tidak ada komentar: