Kamis, 26 Mei 2016

(Sebongkah coretan dari kepedihan transmigran yang di php)

Orangtua itu, yg sy sendiri tidak mau menanyakan namanya, sedang mempertanyakan harapan yg dia bawa bahkan yang dia sebarkan ke anak2nya untuk sebuah kehidupan baru dengan senyuman dan semangat baru di tanah yang baru.
Tapi apadaya, sesuatu yang dijanjikan sangat jauh dari harapan yang dia bungkus dengan baik2 itu. Bahkan karena itu pula sang anak2nya menyalahkan dirinya sehingga semakin memupus harapannya itu.
Entah apakah karena nilai kemanusiaan sudah tidak ada lagi sehingga menempatkan orang seperti sesuatu yang tidak ada harganya lagi. Hiks!! Ketika sebuah pertanyaan cukup dijawab sebentar!!!
(Sebongkah coretan dari kepedihan transmigran yang di php)


=============

Mendengar  keluhan bapak tua yang satu ini, saya jadi teringat dengan sosok yang lebih muda dari beliau yang saya sempat bercengkrama tentang kehidupan terutama kehidupannya.  Saya masih ingat namanya, Mistoro.  Seorang transmigran dari jawa, yang bertemu dengan saya di warung kopi di 0 (nol) km perbatasan antara Sulawesi selatan dengan Sulawesi tengah beberapa tahun yang lalu.  Mistoro, lewat pertanyaan dari saya yang memancing dengan umpan yang ueanak tentunya, sehingga saya mendapatkan hasil  ikan besar berupa cerita tentang keberhasilannya dalam menjalani proses tranmigrasi ke tanah Sulawesi ini.

Tetapi saya yakin dengan kondisi alam di mana Mistoro di tempatkan dan  managemen yang baik dari pemerintah, serta tentunya yang penting tekad kuat dari seorang Mistoro untuk memulai hidup baru di tanah Harapan, yang menghantar sosok Mistoro menjadi seorang transmigran yang berhasil, bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga keluarganya. Walau saya tidak melihat dari awal tentang proses perjuangannya, saya  tahu Mistoro tentu menemui hal-hal yang tidak mengenakan dan menyenangkan. Namanya juga kehidupan apalagi ini berhubungan dengan hidup dan berkehidupan di tempat baru yang diharuskan mengolah alam sekitarnya untuk menghasilkan sesuatu.

Kita tinggalkan pak Mistoro, kita kembali ke Bapak Tua ini.  Saya tidak bertanya tentang nama, rasanya saya tidak tahan dengan penderitaannya yang entah apa di ujung ceritanya, walau sepertinya keputus asaan sudah ada di wajahnya. Sehinga dengan tidk mengetahui namanya saya berharap tidak menemukan lagi kasus seperti ini. 

‘=========’

Pulau yang biasa saya datangi memang basicnya bukan daerah pertanian. Penduduknya lebih mengarah kepada perikanan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.  Tanah yang kering dan berbatu jika musim kemarau sumurnya menjadi kering dan kalaupun ada airnya berasa asin karena resapan air laut, memang masalah agak berat untuk bidang pertanian.  Tapi walaupun begitu,  pada musim hujan penduduk biasanya tetap memanfaat lahan mereka dengan menanam jagung bahkan ada di beberapa tempat menanam tanaman semusim lainnya yang bisa menghasilkan uang kalau produksinya bagus.  Namun dua tahun terakhir ini, penduduk di sana sudah mencoba menanam padi tadah hujan, dan boleh dibilang cukup berhasil.  Jika selama ini mereka membeli beras, sekarang mereka punya beras sendiri.

Kemudian terdengar ada kembali proyek tranmigrasi di pulau itu.  Saya katakana ada, karena dulu ada proyek itu tetapi sekarang tinggal bekas saja, hampir semua transmigrasi (local) sudah kembali ke tempat asalnya.  Sekarang muncul lagi dengan rencana menempatkan separuh orang jawa di tempat itu.  Saya fikir bisa-bisa saja tetapi dengan managemen yang tepat. Tidak mungkin menempatkan mereka pada waktu musim kemarau begini, yang tidak ada air dan lahan yang tidak bisa diolah.  Sedangkan lahan yang dijanjikan untuk lokasi perikanan yaitu tambak atau laut juga tidak disediakan!!!??

Padahal orangtua ini bercerita, dia sudah dilatih ditempat yang menurutnya tempatnya sangat mewah, dikasih makan 3 kali sehari. Intinya bekal untuk bertani dan berusaha di bidang perikanan sudah mantap. Tetapi sesampainya di lokasi, lahan yang dijanjikan tidak atau belum ada sedangkan lahan dimana rumah yang mereka tempati juga belum bersih dari pohon liar yang tidak mudah untuk dibersihkan kalau hanya mempergunakan alat seadanya.  Bahkan ada ancaman kalau tidak dibersihkan lahan rumah maka jaminan hidup tidak akan diberikan. ???!!!!


Belum lagi urusan jaminan hidup yang hanya berupa makanan, tidak ada uang untuk merokok bagi mereka yang merokok, uang jajan anak-anak jika mereka punya anak-anak.  Jangankan itu, makanan yang mereka terima pun, diistilahkan orang “ikan yang mati tidak wajar”. Ups,….artinya ikan kering tetapi bentuknya dan teksturnya aneh dan rasanya juga lebih aneh, konon kucing pun tidak mau makan. Akibatnya mereka jual sebagaian dari alat-alat yang mereka terima untuk mengolah lahan untuk sekedar beli rokok.  Bahkan sebagian orang sudah berencana untuk kembali lagi ke kampong, apalagi ada sebagian orang yang lahan rumahnya masih bermasalah!!!!??

Tidak terbayang…..orangtua ini bercerita, ketika akan berangkat sudah dijual segala macam yang mereka miliki. Tetapi kemudian keberangkatan di tunda hingga hitungan bulan. Akibatnya uang hasil penjualan dari harta yang dimiliki habis sewaktu menunggu itu.  Jadi kemana mereka akan kembali?????????  


Mendengar penderitaannya, yang entah sampai kapan, yang tentunya akan sebanding dengan kesabarannya, saya hanya bisa menghibur dengan menyatakan, “Bapak sabar yaa…. Bapak punya tetangga yang hebat, baik di sebelah.” Yaaa….di sebelah rumahnya adalah orang local dan saya kenal juga dengannya.  Orangtua ini menyatakan, “Waaahhhhh……kalau orang di sini baik-baik semuanya, saya kasih dua jempol. Bahkan kalau bisa kasih 4 jempol (sambil angkat kakinya, dan selalu mengatakan tabe, tabe kalau bicara. Artinya maaf, maaf!!).  Saya akan sedih kalau saya gagal di sini, mengingat orang di sini baik-baik semuanya!” Hiks



===

Aduh!!!! Bagaimana ini???

=============
=================
=======================

Maaf, ikut nebeng, bagi yang mau memenuhi kebutuhan hidupnya klik http://onstore.co.id/s/00367940001


https://onstore.co.id/s/00367940001/beli/cat-hijab-wanita/item-im20160329-shazeera-spark-gs0500001





Tidak ada komentar: