Orangtua itu, yg sy sendiri tidak mau menanyakan namanya, sedang mempertanyakan harapan yg dia bawa bahkan yang dia sebarkan ke anak2nya untuk sebuah kehidupan baru dengan senyuman dan semangat baru di tanah yang baru.
Tapi apadaya, sesuatu yang dijanjikan sangat jauh dari harapan yang dia bungkus dengan baik2 itu. Bahkan karena itu pula sang anak2nya menyalahkan dirinya sehingga semakin memupus harapannya itu.
Entah apakah karena nilai kemanusiaan sudah tidak ada lagi sehingga menempatkan orang seperti sesuatu yang tidak ada harganya lagi. Hiks!! Ketika sebuah pertanyaan cukup dijawab sebentar!!!
(Sebongkah coretan dari kepedihan transmigran yang di php)
=============
Mendengar
keluhan bapak tua yang satu ini, saya jadi teringat dengan sosok yang
lebih muda dari beliau yang saya sempat bercengkrama tentang kehidupan terutama
kehidupannya. Saya masih ingat namanya,
Mistoro. Seorang transmigran dari jawa,
yang bertemu dengan saya di warung kopi di 0 (nol) km perbatasan antara
Sulawesi selatan dengan Sulawesi tengah beberapa tahun yang lalu. Mistoro, lewat pertanyaan dari saya yang
memancing dengan umpan yang ueanak tentunya, sehingga saya mendapatkan
hasil ikan besar berupa cerita tentang
keberhasilannya dalam menjalani proses tranmigrasi ke tanah Sulawesi ini.
Tetapi saya yakin dengan kondisi alam di mana Mistoro
di tempatkan dan managemen yang baik
dari pemerintah, serta tentunya yang penting tekad kuat dari seorang Mistoro
untuk memulai hidup baru di tanah Harapan, yang menghantar sosok Mistoro
menjadi seorang transmigran yang berhasil, bukan hanya untuk dirinya sendiri
tetapi juga keluarganya. Walau saya tidak melihat dari awal tentang proses
perjuangannya, saya tahu Mistoro tentu
menemui hal-hal yang tidak mengenakan dan menyenangkan. Namanya juga kehidupan
apalagi ini berhubungan dengan hidup dan berkehidupan di tempat baru yang
diharuskan mengolah alam sekitarnya untuk menghasilkan sesuatu.
Kita tinggalkan pak Mistoro,
kita kembali ke Bapak Tua ini. Saya
tidak bertanya tentang nama, rasanya saya tidak tahan dengan penderitaannya
yang entah apa di ujung ceritanya, walau sepertinya keputus asaan sudah ada di
wajahnya. Sehinga dengan tidk mengetahui namanya saya berharap tidak menemukan
lagi kasus seperti ini.
‘=========’
Pulau yang biasa saya datangi
memang basicnya bukan daerah pertanian. Penduduknya lebih mengarah kepada
perikanan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tanah yang kering dan berbatu jika musim kemarau sumurnya menjadi kering
dan kalaupun ada airnya berasa asin karena resapan air laut, memang masalah
agak berat untuk bidang pertanian. Tapi
walaupun begitu, pada musim hujan
penduduk biasanya tetap memanfaat lahan mereka dengan menanam jagung bahkan ada
di beberapa tempat menanam tanaman semusim lainnya yang bisa menghasilkan uang
kalau produksinya bagus. Namun dua tahun
terakhir ini, penduduk di sana sudah mencoba menanam padi tadah hujan, dan
boleh dibilang cukup berhasil. Jika
selama ini mereka membeli beras, sekarang mereka punya beras sendiri.
Kemudian terdengar ada kembali
proyek tranmigrasi di pulau itu. Saya katakana
ada, karena dulu ada proyek itu tetapi sekarang tinggal bekas saja, hampir
semua transmigrasi (local) sudah kembali ke tempat asalnya. Sekarang muncul lagi dengan rencana
menempatkan separuh orang jawa di tempat itu.
Saya fikir bisa-bisa saja tetapi dengan managemen yang tepat. Tidak
mungkin menempatkan mereka pada waktu musim kemarau begini, yang tidak ada air
dan lahan yang tidak bisa diolah.
Sedangkan lahan yang dijanjikan untuk lokasi perikanan yaitu tambak atau
laut juga tidak disediakan!!!??
Padahal orangtua ini bercerita,
dia sudah dilatih ditempat yang menurutnya tempatnya sangat mewah, dikasih
makan 3 kali sehari. Intinya bekal untuk bertani dan berusaha di bidang
perikanan sudah mantap. Tetapi sesampainya di lokasi, lahan yang dijanjikan
tidak atau belum ada sedangkan lahan dimana rumah yang mereka tempati juga
belum bersih dari pohon liar yang tidak mudah untuk dibersihkan kalau hanya
mempergunakan alat seadanya. Bahkan ada
ancaman kalau tidak dibersihkan lahan rumah maka jaminan hidup tidak akan
diberikan. ???!!!!
Belum lagi urusan jaminan hidup
yang hanya berupa makanan, tidak ada uang untuk merokok bagi mereka yang
merokok, uang jajan anak-anak jika mereka punya anak-anak. Jangankan itu, makanan yang mereka terima pun,
diistilahkan orang “ikan yang mati tidak wajar”. Ups,….artinya ikan kering
tetapi bentuknya dan teksturnya aneh dan rasanya juga lebih aneh, konon kucing
pun tidak mau makan. Akibatnya mereka jual sebagaian dari alat-alat yang mereka
terima untuk mengolah lahan untuk sekedar beli rokok. Bahkan sebagian orang sudah berencana untuk
kembali lagi ke kampong, apalagi ada sebagian orang yang lahan rumahnya masih
bermasalah!!!!??
Tidak terbayang…..orangtua ini
bercerita, ketika akan berangkat sudah dijual segala macam yang mereka miliki.
Tetapi kemudian keberangkatan di tunda hingga hitungan bulan. Akibatnya uang
hasil penjualan dari harta yang dimiliki habis sewaktu menunggu itu. Jadi kemana mereka akan kembali?????????
Mendengar penderitaannya, yang entah sampai
kapan, yang tentunya akan sebanding dengan kesabarannya, saya hanya bisa menghibur
dengan menyatakan, “Bapak sabar yaa…. Bapak punya tetangga yang hebat, baik di
sebelah.” Yaaa….di sebelah rumahnya adalah orang local dan saya kenal juga
dengannya. Orangtua ini menyatakan, “Waaahhhhh……kalau
orang di sini baik-baik semuanya, saya kasih dua jempol. Bahkan kalau bisa
kasih 4 jempol (sambil angkat kakinya, dan selalu mengatakan tabe, tabe kalau
bicara. Artinya maaf, maaf!!). Saya akan
sedih kalau saya gagal di sini, mengingat orang di sini baik-baik semuanya!”
Hiks
===
Aduh!!!! Bagaimana ini???
=============
=================
=======================
Maaf, ikut nebeng, bagi yang mau
memenuhi kebutuhan hidupnya klik http://onstore.co.id/s/00367940001
https://onstore.co.id/s/00367940001/beli/cat-hijab-wanita/item-im20160329-shazeera-spark-gs0500001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar