Jumat, 15 Agustus 2014

Rusaknya Dunia

Dalam kesempatan membagi-bagikan bantuan untuk anak yatim, istri saya dimintai juga oleh anak kecil berumur kurang lebih 4 tahun untuk memberikan bantuan ke teman yang tinggal di sebelah rumahnya dengan alasan bahwa temannya juga tidak mempunyai Bapak. Istri saya pun membantah anak kecil itu karena sepengetahuannya keluarga itu masih ada Bapak dan Ibunya, dan istri saya mengenal sang ibu (sebut saja ibu A) itu karena anaknya juga mengaji di rumah dimana istri saya mengajar mengaji anak-anak. Tetapi ternyata dari informasi tetangga dan keluarga sang ibu itu ternyata Bapak dan Ibu A itu sudah bercerai.

Saya tahu sedikit tentang prahara rumah tangga mereka dari informasi teman di masjid yang masih termasuk tetangga. Teman ini punya tempat kos-kosan tetapi tempatnya agak jauh dari rumahnya. Kos-kosan itu diisi oleh para mahasiswi dari daerah yang kuliah di Makassar ini. Rupanya salah satu mahasiswi yang kos di tempat itu selalu menerima tamu laki-laki dan bermalam di tempat kos tersebut. Setelah ketahuan berbuat seperti itu akhirnya mahasiswi tersebut diusir dari tempat kos-kosannya. Hanya yang membuat kaget teman saya, ternyata laki-laki yang selalu bermalam dengan mahasiswi tersebut adalah Bapak sebagai suami dari sang ibu A yang saya ceritakan di alenia pertama tadi, yang tidak lain adalah tetangganya sendiri.

Kembali kepada istri saya, ketika istri saya mendapat berita dari keluarga sang ibu A tentang masalah keluarga itu, mereka (keluarga sang ibu A) menyayangkan kejadian hal itu, padahal menurut mereka bahwa kehidupan mereka mulai meningkat. Hal itu dibuktikan dengan mereka mampu membangun rumah baru yang cukup lumayan bagus walau belum selesai semuanya. Saya pun penasaran dengan kenyataan itu, saya fikir mereka mampu membangun rumah dari hasil penjualan tanah di kampungnya seperti saudaranya sang ibu A yang membangun rumah dari hasil menjual tanah, yang rumahnya juga tidak jauh dari rumah ibu A. Jawaban istri saya cukup mengagetkan bahwa pekerjaan Bapak, suami sang ibu A itu menjual kupon judi. Waduh!

Tadi pagi, dalam perjalanan pulang shalat subuh di masjid bersama-sama dengan teman yang punya kos-kosan, saya konfirmasi mengenai pekerjaan Bapak mantan suaminya ibu A. Ternyata jawaban istri saya dibenarkan sama teman itu. Wah! Yang tidak habis fikir adalah masyarakat sudah menilai biasa-biasa saja pekerjaan yang tidak diridloi oleh Allah swt, malah bangga dengan hasilnya yang bisa terlihat dalam kehidupan. Padahal boleh jad kejadian rumah tangga itu berasal dari penghasilan yang tidak benar. Lebih jauh lagi bagaimana dengan anak-anaknya nanti yang diberi makan dari hasil yang tidak benar. Na’udzubillah min dzalik. Astaghfirullahal’adzim.

Tidak ada komentar: