Minggu, 26 Juni 2016

Anda dan anak anda mungkin lebih beruntung dari anak ini, tapi….


Sesampainya di rumah siang itu, terlihat suasana rumah agak ramai dengan anak-anak kecil. Baru duduk di kursi rotan yang sudah tua (yang duduk juga sudah tua! Hiks), sang guru mengaji datang dan mengatakan, “Ayah, tolong dilihat anak-anak ini adzan, karena mau bertanding!” (waduh!! Sepertinya saya ini ahli adzan? Nafas saja sudah ngos-ngosan, maklum tua mi!) Saya lihat anak-anaknya baru kelihatan di rumah saya. Setelah mendapat kejelasan asal-usul mereka saya pun mengiyakan permintaan sang guru mengaji.

Satu, satu  anak ini mengumandangkan adzan, sambil saya memberikan penjelasan sedikit dari kekurangan yang ada.  Dalam hati saya, keduanya lebih bagus dari anak-anak yang biasanya mengaji di sini yang ikut bertanding adzan di masjid dekat rumah tahun lalu.

Dua hari kemudian, kejadian yang hampir sama terulang lagi. Sesampainya di rumah, terlihat salah satu anak yang adzan kemarin sedang duduk di halaman rumah sendirian, sementara anak-anak perempuan saya dengar sedang latihan mengaji atau apalah di ruangan bagian dalam yang biasa dipakai mengaji. Saya pun duduk manis di sofa yang sudah tua juga, sambil memainkan smartphone murah untuk bersilaturahmi dengan dunia medsos yang saya terkait dengannya.  Tidak lama berselang anak saya yang bungsu masuk dari ruangan dimana anak-anak perempuan sedang berlatih, kemudian meminta sesuatu kepada saya, “Ayah, tolong ajarkan si x adzan karena mau ikut lomba!” Yang dimaksud si x adalah anak yang di luar yang saya dengarkan adzannya kemarin. Saya Tanya balik, “mana yang satunya?” Tapi si bungsu tidak tahu dimana keberadaan anak yang satu lagi.  

Akhirnya saya suruh masuk si x itu. Setelah masuk ruangan dia mulai mengumandangkan adzan.  Terdengar apa yang sudah saya sampaikan sebagai bahan koreksi kemarin, sudah dia perbaiki tinggal masalah sedikit yang umum bagi orang Indonesia apalagi anak-anak, yaitu pengucapan huruf arab yang benar (makhroj).  Sebenarnya saya juga tidak terlalu pandai mengucapkan huruf-huruf arab terutama yang hruruf-huruf yang sulit, palagi kalau sudah digandengkan…uuuhhhhh repotnya lidah bermain untuk mengucapkan huruf dengan benar.

Ahad Malam

Sepulang dari masjid sholat taraweh, mendekati rumah terlihat anak perempuan berbajukan putih-putih membawa kantong bingkisan dan piala. Aahhh…rupanya mereka baru pulang bertanding, setelah dekat saya Tanya, jadi juara ya? Anak perempuan itu dengan perasaan senang sambil tersenyum menjawab bahwa dia juara dua pildacil.  Waahh…saya pun memberikan selamat kepadanya.  Saya pun melanjutkan jalan kakinya, di penghujung jalan yang membelok ke arah rumah, saya ketemu dengan si x yang juga membawa bingkisan, namun tidak membawa piala.  Saya tanya, “Gimana, juara?” Anak itu pun menjawab dengan perasaan gembira, “Juara tiga!” waahhh….senang juga perasaan saya, saya Tanya, “apa hadiahnya?”. “Piala, bingkisan dan uang 200 ribu!” dengan cepatnya dia menjawab.  Saya pun acungkan jempol untuknya.  Mana pialanya ya?
Sampai di rumah ada, terlihat anak-anak perempuan lainnya mulai keluar pulang, saya pun mendapatkan kabar yang lain, yaitu juara hafalan surat-surat pendek. Terlihat piala dan piagam-piagam yang berada di lantai. Ibu dan si bungsu melaporkan bahwa yang si x juara 3 adzan.  Saya bilang sudah tahu karena tadi ketemu di jalan. Ibu pun cerita tentang anak itu, dulu dia –si x- ini mengaji di sini tetapi terus berhenti karena anak-anak yang lain kadang mengejek dia tidak punya bapak. Sekarang kembali lagi.  Ibu si x ini perilakunya kurang bagus di sekitar tetangganya karena tukang gonta-ganti pasangan. Naudzubillahi min dzalik.  Ketahuan juga, si x ini tidak puasa, alas an nya karena si ibu tidak membangunnya untuk makan sahur.  Padahal sudah banyak teman-temannya di bawah umurnya yang sudah belajar puasa. Hiks….!!! Padahal beberapa hari lalu saya membuat pengharapan semoga tidak ada berita anak yang ingin puasa tetapi tidak jadi puasa karena ibu atau orangtuanya tidak berpuasa (tidak bangun sahur).


Saya pun berharap kepada si x, semoga dia terus bisa mengumandangkan adzan mengajak kaum muslimin untuk sholat, tidak terbawa lingkungan anak-anak yang tidak baik, penghisap lem, begal dan lain sebagainya.  Terkadang tidak semua orang bisa mengumandangkan adzan (entah tidak ada kemauan atau yang lainnya).  Bagaimana pun dalam riwayat muadzin posisinya lebih tinggi dari imam sholat dan nanti di akherat akan terlihat sebagai seorang muadzin dengan lehernya yang panjang. Smogaa…..

Tidak ada komentar: