Sesampainya di rumah siang itu, terlihat suasana rumah agak
ramai dengan anak-anak kecil. Baru duduk di kursi rotan yang sudah tua (yang
duduk juga sudah tua! Hiks), sang guru mengaji datang dan mengatakan, “Ayah,
tolong dilihat anak-anak ini adzan, karena mau bertanding!” (waduh!! Sepertinya
saya ini ahli adzan? Nafas saja sudah ngos-ngosan, maklum tua mi!) Saya lihat
anak-anaknya baru kelihatan di rumah saya. Setelah mendapat kejelasan asal-usul
mereka saya pun mengiyakan permintaan sang guru mengaji.
Satu, satu anak ini
mengumandangkan adzan, sambil saya memberikan penjelasan sedikit dari kekurangan
yang ada. Dalam hati saya, keduanya
lebih bagus dari anak-anak yang biasanya mengaji di sini yang ikut bertanding
adzan di masjid dekat rumah tahun lalu.
Dua hari kemudian, kejadian yang hampir sama terulang lagi.
Sesampainya di rumah, terlihat salah satu anak yang adzan kemarin sedang duduk
di halaman rumah sendirian, sementara anak-anak perempuan saya dengar sedang
latihan mengaji atau apalah di ruangan bagian dalam yang biasa dipakai mengaji.
Saya pun duduk manis di sofa yang sudah tua juga, sambil memainkan smartphone
murah untuk bersilaturahmi dengan dunia medsos yang saya terkait
dengannya. Tidak lama berselang anak
saya yang bungsu masuk dari ruangan dimana anak-anak perempuan sedang berlatih,
kemudian meminta sesuatu kepada saya, “Ayah, tolong ajarkan si x adzan karena
mau ikut lomba!” Yang dimaksud si x adalah anak yang di luar yang saya
dengarkan adzannya kemarin. Saya Tanya balik, “mana yang satunya?” Tapi si
bungsu tidak tahu dimana keberadaan anak yang satu lagi.
Akhirnya saya suruh masuk si x itu. Setelah masuk ruangan dia mulai mengumandangkan adzan. Terdengar apa yang sudah saya sampaikan
sebagai bahan koreksi kemarin, sudah dia perbaiki tinggal masalah sedikit yang
umum bagi orang Indonesia apalagi anak-anak, yaitu pengucapan huruf arab yang
benar (makhroj). Sebenarnya saya juga
tidak terlalu pandai mengucapkan huruf-huruf arab terutama yang hruruf-huruf
yang sulit, palagi kalau sudah digandengkan…uuuhhhhh repotnya lidah bermain
untuk mengucapkan huruf dengan benar.
Ahad Malam
Sepulang dari masjid sholat taraweh, mendekati rumah
terlihat anak perempuan berbajukan putih-putih membawa kantong bingkisan dan
piala. Aahhh…rupanya mereka baru pulang bertanding, setelah dekat saya Tanya,
jadi juara ya? Anak perempuan itu dengan perasaan senang sambil tersenyum
menjawab bahwa dia juara dua pildacil. Waahh…saya
pun memberikan selamat kepadanya. Saya
pun melanjutkan jalan kakinya, di penghujung jalan yang membelok ke arah rumah,
saya ketemu dengan si x yang juga membawa bingkisan, namun tidak membawa
piala. Saya tanya, “Gimana, juara?” Anak
itu pun menjawab dengan perasaan gembira, “Juara tiga!” waahhh….senang juga
perasaan saya, saya Tanya, “apa hadiahnya?”. “Piala, bingkisan dan uang 200
ribu!” dengan cepatnya dia menjawab.
Saya pun acungkan jempol untuknya.
Mana pialanya ya?
Sampai di rumah ada, terlihat anak-anak perempuan lainnya
mulai keluar pulang, saya pun mendapatkan kabar yang lain, yaitu juara hafalan
surat-surat pendek. Terlihat piala dan piagam-piagam yang berada di lantai. Ibu
dan si bungsu melaporkan bahwa yang si x juara 3 adzan. Saya bilang sudah tahu karena tadi ketemu di
jalan. Ibu pun cerita tentang anak itu, dulu dia –si x- ini mengaji di sini
tetapi terus berhenti karena anak-anak yang lain kadang mengejek dia tidak
punya bapak. Sekarang kembali lagi. Ibu
si x ini perilakunya kurang bagus di sekitar tetangganya karena tukang gonta-ganti
pasangan. Naudzubillahi min dzalik.
Ketahuan juga, si x ini tidak puasa, alas an nya karena si ibu tidak
membangunnya untuk makan sahur. Padahal
sudah banyak teman-temannya di bawah umurnya yang sudah belajar puasa. Hiks….!!!
Padahal beberapa hari lalu saya membuat pengharapan semoga tidak ada berita
anak yang ingin puasa tetapi tidak jadi puasa karena ibu atau orangtuanya tidak
berpuasa (tidak bangun sahur).
Saya pun berharap kepada si x, semoga dia terus bisa
mengumandangkan adzan mengajak kaum muslimin untuk sholat, tidak terbawa
lingkungan anak-anak yang tidak baik, penghisap lem, begal dan lain sebagainya. Terkadang tidak semua orang bisa
mengumandangkan adzan (entah tidak ada kemauan atau yang lainnya). Bagaimana pun dalam riwayat muadzin posisinya
lebih tinggi dari imam sholat dan nanti di akherat akan terlihat sebagai seorang
muadzin dengan lehernya yang panjang. Smogaa…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar