Sabtu, 18 Juni 2016

Komunikasi dengan rasa penuh cinta

Shalat, puasa dan ibadah-ibadah lainnya serta aktifitas kehidupan sehari-hari yang didasarkan atas keimanan, itu semua merupakan bentuk komunikasi kita, manusia sebagai makhluk Allah, kepada Allah sebagai Penciptanya (kholiq). Komunikasi yang selalu berlangsung (kontinyu) dan dengan cara yang telah ditetapkan, akan terasa indah jika komunikasi itu didasarkan rasa cinta sang makhluk kepada Kholiqnya.

Jika ini sudah terjadi, diharapkan rasa cinta itu pun akan berbalas dari Sang Kholiq kepada makhluk-Nya. Sehingga akibat lebih jauhnya akan menimalisir segala kekurangan yang ada pada manusia, sebagai makhluk.

“Katakanlah (Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu’ Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Al-Quran surat Ali-Imran ayat 31)

Bagaimana dengan komunikasi antara sesama makhluk, misalnya antara manusia dengan manusia. Tentu sudah seharusnya komunikasi yang terjalin harus didasarkan cinta kepada Allah, jangan sampai merusaknya. Jika komunikasi antara sesama manusia justru menghancurkan cinta manusia kepada Allah, maka hal itu akan berakibat kepada manusia itu sendiri.

Berbicara komunikasi karena dilandasi cinta kepada Allah, berlaku juga ketika kita berhubungan dengan orang-orang di luar keyakinan kita, bahkan orang-orang yang sombong sekalipun. Orang-orang yang sombong yang merendahkan Allah dan aturan-Nya, dalam tingkatan tertentu kita pun harus lebih sombong dari mereka untuk menjaga martabat kekuasaan Allah dan aturan-Nya kalau perlu berperang dengan mereka (berjihad), seperti yang dilakukan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya,

Tidak ada komentar: