Klo kita melihat akar kata "agama", katanya 'a' itu
artinya tidak dan 'gama' itu artinya kacau. Jadi sederhananya "agama"
artinya tidak kacau. Suatu ketetapan yang dibuat supaya orang atau sekumpulan
orang (komunitas) yang terikat dengannya hidupnya tidak kacau, bahasa lain
teratur, rapih.
Dalam terminologi kehidupan manusia dimana mereka sepakat untuk
membuat sebuah aturan untuk kebaikan bersama baik itu tertulis atau tidak,
entah apakah itu namanya Undang-undang, peraturan, adat dan lain-lain pada
dasarnya klo dilihat dari definisi kata tadi itu juga termasuk agama. Tentu
didalamnya baik secara eksplisit maupun implisit mengandung arti sangsi,
hukuman dan lain sebagai jika seseorang melanggar "agama" tersebut,
yang nilainya atau besaran sangsi itu akan disesuaikan dengan jenis dan
kualitas pelanggarannya.
Boleh jadi dengan perkembangan zaman "agama" yang
dibuat komunitas itu akan berubah sesuai kebutuhan, entah itu berubah total
atau sekedar penyempurnaan dan penyesuai dan lain sebagainya. Namun tetap pada
intinya bahwa itu untuk kebaikan bersama dalam hubungan sesama di komunitas
tersebut.
Namun, bisa jadi bahwa "agama" bagi suatu komunitas
tertentu dinilai tidak sesuai bagi komunitas yang lainnya. Yaahhh, wajarlah
namanya juga beda komunitas. Tetapi apakah komunitas lain berhak untuk
mengkritisi "agama" komunitas lain. Saya kira selama untuk kebaikan
komonitasnya sendiri (misalnya untuk studi perbandingan, studi kasus dan lain
sebagainya), tidak masalah, tetapi kalau sampai mengintervensi dan
mengobok-obok itu akan menjadi masalah (dengan cara apapun). Karena di situ ada
kewenangan, ada jiwa kebersamaan, ada kebanggaan sebagai sebuah komunitas.
Yang jadi pertanyaan, apakah jika sebuah komunitas yang berada
dalam komunitas yang lebih besar, kemudian komunitas yang lebih besar berhak
sewenang-wenang mengatur "agama" komunitas-komunitas yang lebih kecil
yang ada di dalamnya? Logikanya, bergabungnya komunitas-komunitas kecil dalam
sebuah komunitas besar tentu ada kesepakatan, ada hak dan kewajiban dan ada
penghargaan, penghormatan kepada sesama komunitas. Tentu yang besar tidak bisa
sewenang-wenang untuk merubah atau menghapuskannya tanpa ada saling pengertian,
pembicaraan dan keputusan bersama. Kalau tidak seperti itu maka akan ada yang
tersakiti salah satunya.
Kasus Saeni yang melanggar perda kemudian mendapat “berkah”
ratusan jutaan rupiah adalah kasus yang cukup menarik. Saya tidak usah
menceritakan lagi masalah ini, hanya saya hanya ingin bertanya sekitar kasus
tersebut :
1. Apakah
akan memicu orang untuk melanggar dengan berharap “berkah”?
2. Apakah
yang memberi “berkah” termasuk katagori intervensi terhadap “agama” dari
komunitas yang ada? Atau sekedar belas kasihan tanpa mengerti permasalahan yang
ada?
3. Apakah
penghapusan “agama” dengan begitu saja yang katanya tidak sesuai dengan
komunitas yang lebih besar adalah bentuk “arogansi” dari kewenangan sesuatu
yang besar atau apakah?
4. Dan banyak
lagi point-point yang ada untuk dikembangkan untuk membuka wawasan kita.
T Trima kasih
=======
Belanja Online di https://www.onstore.co.id/s/00367940001/qny-fashion
Tidak ada komentar:
Posting Komentar