Saya jadi ingat ketika KKN dulu, eit...maksudnya KKN di sini adalah Kuliah Kerja Nyata, bukan Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Saya, KKN di daerah kabupaten SUbang kecamatan PUsaka Nagara desa SUkadana tahun 1987 atau 1988 (klo tidak salah, maklum terlanjur tua banyak lupanya). Waktu itu sebenarnya oleh Pemerintah Pusat(ngkalee) kami dilarang untuk KKN, atau masuk ke daerah/masyarakat karena situasi politik sedang tidak baik atau ketika itu menjelang PEMILU! Pemerintah takut kami (mahasiswa) membawa pengaruh yang tidak baik bagi masyarakat, dengan pandangan-pandangan politiknya yang mungkin kadang nyleneh dalam pandangan Pemerintah. Tetapi Para pejabat kampus khususnya Fakultas kami (Pertanian UNPAD) tetap melobi Pemerintah untuk menerjunkan kami para mahasiswa untuk KKN di daerah/masyarakat, dengan alasan yang cukup tepat. Yaitu, di daerah pantai utara Jawa BArat sebelah timur dari Jakarta yang merupakan daerah lumbung padi dengan ribuan bahkan jutaan hektar sawah ketika itu sedang terserang hama wereng, banyak terjadi kegagalan panen karena perbuatan si Hama itu. Untuk menghadapi musim tanam berikutnya, kami disuruh untuk membantu mereka, para petani, dalam menghadapi musim tanam yang baru, juga membantu pemerintah untuk mensosialisasikan jenis bibit baru padi yang diperkirakan tahan akan hama wereng dan juga target produksi padi menjadi 9 ton per ha.
Akhirnya kami pun diterjunkan untuk ber KKN ria, hanya waktunya diperpendek yang biasanya 3 bualan, ini menjadi 1 bulan saja. Asyik juga sebenarnya tidak perlu berlama-lama di daerah KKN, apalagi bagi yang punya hajatan ingin cepet selesai kuliahnya! (Hiks, saya sendiri akhirnya selesai kuliah ketika hampir habis jatah sebagai mahasiswa 6,5 tahun. bukannya bodoh sih he-he...swear IPK ku tidak jelek-jelek buanget 2,79 yudisium sangat memuakkan eh..memuaskan, ya...karena proses penyelesaian tugas akhir yang terkatung-katung, itu saja!)
Di daerah KKN, sebenarnya cukup lucu juga bagi kami khususnya yang dari jurusan Perikanan. Seperti yang diuraikan maksud kami mahasiswa ber KKN ria untuk mensukseskan program pemerintah dalam masalah produksi beras tanpa terkendala hama penyakit seperti wereng itu, laaahhhh apa yang bisa diperbuat oleh mahasiswa jurusan Perikanan ini. waduh rek! saya juga sempat bingung ketika ada pertemuan dengan petani per dusun di desa tersebut, apa yang harus saya sampaikan. Untung Pak Kepala Desa (Kades) yang waktu itu masih tentara aktif, saya ditempatkan berbicara di akhir sesi setelah teman-teman dari Jurusan Tanah dan Jurusan Teknologi Pertanian. Teman-teman saya umumnya menyampaikan apa yang mereka ketahui mengenai dunia teknis pertanian dan merespon apa yang menjadi keluhan petani di tempat kami KKN. Karena saya memperhatikan dinamika pertemuan ketika teman-teman menyampaikan pembahasannya tentang pertanian, hal itulah yang menjadi inspirasi saya untuk merangkum inti dari pembicaraan dan diskusi selama pertemuan itu yaitu mengenai produktifitas. Saya pun melanglang buana ke Jepang, yang mempunyai lahan pertanian sedikit tapi hasilnya melimpah, karena mereka berbicara mengenai produktifitas lahan, yang berhubungan dengan produksi per luas areal per waktu tanam. wuiihhhh....para petani pun mendengarkan dengan saksama, begitu pun pak Kades mengapresiasi apa yang saya sampaikan ketika kami dalam kendaraan menuju pulang ke dusun dimana kami tinggal menjelang tengah malam. akhirnya materi itu pula yang saya sampaikan di pertemuan dengan petani di dua dusun berikutnya!!!
Setelah sebelumnya kami mencoba bertambak dengan metode semi intensif, yaitu dengan luas lahan 1 ha (10.000 m2)dengan penebaran 75.000 ekor benur udang Vanname yang berarti padat penebaran sebanyak 7,5 ekor benur per meter persegi, kami pun mencoba bertambak dengan metode intensif, yaitu dengan luas lahan 2.000 m2 dengan jumlah penebaran yang sama (75.000 ekor benur vanname) berarti padat penebaran sebanyak 37,5 ekor per meter persegi. Kami ingin membuktikan bahwa dengan lahan yang lebih kecil dengan metode budidaya yang lebih maju (input teknologi yang lebih banyak) akan menghasilkan hasil yang lebih baik, baik secara produksi maupun tentunya secara ekonomi. Artinya kami mencoba berbicara masalah produktifitas lahan.
Sebelum saya sampaikan hasil budidaya tambak metode intensif itu, saya ingin menyampaikan tentang metode budidaya tambak udang yang ada (berdasarkan budadaya udang windu). (1) Metode Budiaya Tradisional atau ekstensif, biasanya diekspresikan dengan padat penebaran 1-2 ekor per meter persegi. (2) Metode Budidaya Semi intensif, dengan padat penebaran 5-15 ekor per meter, (3) Metode Budidaya Intensif, dengan padat penebaran lebih banyak dari 15 ekor meter persegi, (4) yang terakhir dengan munculnya udang Vanname muncul juga yang dinamakan Metode Budidaya Supra Intensif, dengan padat penebaran hingga 1.000 ekor meter persegi.
Setelah kami melakukan pemanenan dari budidaya udang vanname dengan Metoda Intensif, kami mendapatkan data sebagai berikut : SR 61 persen, Size 56, Usian pemeliharaan 83 hari, total panen 825 kg, harga Rp. 72.000/kg, BO Rp. 26 jt dan keuntungan sekitar 30 Juta rupiah. Dari data ini sebenarnya SR (survival rate) masih terlalu rendah, begitu pula kalau melihat dari usia pemeliharaan dan size yang didapat. Hal ini wajar karena kondisi selama proses pemeliharaan mengalami cukup hambatan yang berarti terutama dalam masalah suply air laut. Tetapi walaupun begitu dengan hasil seperti ini, telah membuka pemikiran masyarakat sekitar tentang budidaya udang vanname yang menguntungkan walaupun lahan yang kita punya tidak terlalu luas. Namun membuka pemikiran tidaklah cukup harus disertai dengan ilmu pengetahuan yang cukup untuk memulainya, tentunya juga berhubungan dengan permodalan sebagai titik awal dari usaha Semi Intensif/Intensif yang full modal. Ada Pepatah "Memancing Uang Banyak harus dengan Uang yang Banyak Pula"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar