Ah...agak susah untuk memulai tulisan dengan sebuah judul yang bisa menggambarkan isi tulisan ini. Mungkin fikiran saya yang kembali tidak terlalu -bahasa gaulnya (he-he...udah tue masih pake istilah anak muda)- smart. Apalagi tulisan itu masih ada dalam bayang-bayang di bermilyar-milyar sel dalam otak...(uh...gimana ngitungnya tuh!!!). Tapi rasanya itulah yang bisa saya tulis sebagai judul untuk saat ini.
Entah kenapa, waktu itu saya sementara berjalan kaki menuju masjid untuk melakukan shalat berjamaah, fikiran saya teringat kepada sosok yang sederhana, jujur dan hidup tanpa beban (boleh jadi!). yah...itulah Dg. Bani. Dengan pekerjaannya sebagai penarik beca (di makassar di kenal dengan dg (dibaca deng atau daeng beca)), waktu itu tinggal di rumah petak kontrakannya tetapi mempunyai pemikiran yang sederhana terhadap pengertian ibadah dan tentunya kebiasaan untuk shalat berjamaah di masjid.
Akhirnya saya jadi teringat akan perkenalan pertama kami dimana saya sebagai orang baru karena pindah rumah di lingkungan tersebut.
Dg Bani, ketika saya melanjutkan untuk menulis catatan ini, sebenarnya sudah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu (semoga amal ibadahnya diterima di sisi Allah swt). Hanya sosok sederhananya membuat saya mengabadikan dalam tulisan ini. Ketika itu, sebagai orang baru yang agak pemalu (he-he..), saya selalu memperhatikan beliau kalau pergi shalat berjamaah di masjid di lingkungan kami. Beliau selalu membawa buku ukuran polio. Buku itu selalu disodorkan ke pemuda masjid setelah selesai shalat berjamaah dan saya lihat pemuda itu menuliskan sesuatu di buku itu. Karena saya juga belum begitu kenal dengan para pemuda masjid waktu itu jadi saya pun tidak menanyakannya. Kalau hal itu terjadi pada saat ini tentu saya akan tanya kepada pemuda masjid karena saya sudah suuangat akrab tenan dengan mereka. Fikiran saya menduga waktu itu, bahwa Dg. Bani ini adalah pengurus Masjid dimana saya shalat berjamaah. Tetapi ternyata dugaan saya salah besar, karena ketika kami sudah akrab saya mencoba menanyakannya kepada beliau mengenai buku ukuran polio itu. Ternyata buku itu semacam absen sholat berjamaah, karena Dg. Bani merupakan jama'ah binaan masjid Telkom di jln A.P. Pettarani, di mana beliau biasa melakukan shalat berjamaah dhuhur dan ashar di masjid telkom tersebut, dan kadang memang nongkrong menunggu penumpang di dekat masjid telkom tersebut. Kenapa begitu harus ada semacam absen? rupanya pengurus masjid Telkom memberikan hadiah sebuah beca baru bagi para daeng beca yang rajin sholat berjamaah di masjid!.
Namun bagi dg. Bani bukan hadiah becanya yang menjadi motivasi, karena dari ungkapan-ungkapan mengenai ibadah yang cukup sederhana seperti dalam fikirannya dibuktikan dengan rutinitas pergi shalat berjamaah di masjid (karena setelah beberapa lama, buku itu tidak ada dalam dalam genggamannya lagi ketika pergi ke masjid untuk shalat berjamaah) menjadikannya sebuah proposal yang cukup sederhana untuk menjadi orang yang bertaqwa dan masuk surga yang beliau ajukan kepada Allah swt. Dengan sederhana pula, dia menyampaikan ke saya, bagaimana itu orang yang rumahnya dekat masjid tetapi tidak pernah shalat di masjid!
Kita semua tahu bahwa Masjid itu adalah rumah Allah swt. Sederhananya, bagaimana kita mau dikenal oleh yang punya rumah kalau kita sendiri tidak pernah datang ke rumah tersebut. Apalagi ini ada perintah-Nya. Ungkapan ini bukan berarti Allah swt tidak Maha Tahu. Allah swt adalah Yang Maha Tahu, dengan begitu pula Allah swt mengetahui mana yang beriman dan yang tidak beriman. Smoga kita semua termasuk orang yang dikenal Allah swt sebagai orang yang mematuhi perintah-Nya, termasuk untuk memakmurkan Masjid-nya melalui shalat berjamaah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar