Minggu, 23 Februari 2014

Nasionalisme -sering-sering datang ke kampung kami pak Presiden-

Presiden adalah salah satu lambang negara. Patut di hormati oleh seluruh masyarakat, terlepas dari latar belakang partai asalnya.

Surprise bagi saya waktu itu, tgl 20 februari 2014 perjalanan saya untuk menunaikan tugas rutin bersamaan dengan datangnya Bapak presiden ke Sulawesi Selatan ini. Jalur yang akan dilalui oleh Presiden sebagiannya adalah jalur yang biasa saya tempuh. Keberangkatan saya waktu itu rupanya -saya kurang pasti berapa menitnya- berada di posisi lebih dahulu dari Presiden dan rombongannya. Mulai dari keluar Bandara hingga menuju arah luar kota terutamanya daerah dimana Presiden konon mau meresmikan pabrik semen yang baru (Semen Tonasa V) yaitu di kabupaten Pangkep sepanjang jalan dipenuhi polisi, tentara dan aparat pemerintah serta tidak lupa siswa-siswa sekolah mulai dari tingkat SD, SMP dan SLA tentunya dengan ibu gurunya yang cantik dan bapak gurunya yang ganteng (seperti saya loh!! he-he...), tidak lupa dengan bendera merah putih kecil di tangan mereka. Jalan raya pun boleh dibilang kosong melompong, truk-truk besar yang kayak kepompong yang berjalan lambat disuruh minggir dan mangkrak di tempat yang luas dan agak tersembunyi, pokoke jalanan terasa hanya untuk saya dan beberapa orang yang masih mencoba berjalan, itu disuruh para petugas untuk berjalan lebih cepat, kondisi jalan seperti itu bahasa kerennya Bablas angine!!! he-he....
Entah dari jam berapa para penyambut itu berdiri di pinggir jalan berpanas-panasan, bahkan di tempat tertentu sempat hujan cukup keras dan mereka tetap setia berdiri di pinggir jalan. acungan jempol perlu saya berikan kepada para petugas seperti polisi an tentara yang dengan setia hingga sore hari berdiri dan berjaga di pinggir jalan. tetapi bagi saya, jempol dua saya patut haturkan kepada anak-anak sekolah yang berpanas-panasan menunggu datangnya dan lewatnya presiden mereka. -bayangkan di daerah barru, saya dengar dari info speaker masjid bahwa presiden akan lewat sekitar jam 4 sore, tetapi anak-anak SD bahkan ada yang memakai baju adat ketika saya lewat baru menunjukkan waktu jam 2 siang. Huebat, antusias mereka untuk menghormati presidennya, terlepas mereka disuruh oleh gurunya. Suatu pembelajaran NAsionalisme yang sip! Untuk meringankan rasa panas karena terik mentari, kadang kalau saya lihat petugasnya tidak berwajah garang, saya mencoba menghibur mereka dengan cara melambaikan tangan kepada mereka seolah-olah yang mereka tunggu sudah datang dan mereka pun menyambutnya dengan teriakkan dan lambaian bendera merah putih. karenanya semuanya tersenyummmmm....!!!

Tiga hari berikutnya, saya menapaki arah pulang dengan jalur yang sama sewaktu saya berangkat (karena memang hanya itu jalan yang ada he-he...). Ternyata hari itu, berdasarkan informasi dari teman Presiden dan rombongan kembali ke arah makassar dan berada di depan saya. Tentu dengan posisi seperti itu saya tidak menemui orang-orang yang menyambutnya di pinggir jalan. YAng saya lihat justru para petugas yang berkemas kembali ke posnya masing-masing. Tapi yang saya rasakan dan baru saya sadari adalah jalan yang saya lewati mulus dimana-mana, tidak ada lubang yang tersisa yang akan mengakibatkan potensi kecelakaan bagi pengguna jalan, apalagi kalau jalan malam hari, jauh berbeda ketika hari-hari sebelum kedatangan Presiden. wah...lambang negara terlindung benar dari hal-hal kecil yang berpotensi melukai akan dirinya. hal seperti ini yang kadang tidak diperhatikan para pemegang jabatan bagi rakyat pada umumnya. Sudah berapa banyak jalan yang dibiarkan berlobang dan memakan banyak korban tetapi kadang masih tidak peduli. Smoga tidak berkelanjutan, tapi kalau masih ragu, kita hanya boleh berharap "PAK PRESIDEN SERING-SERINGLAH DATANG KEMARI!'

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Seperti di tempat pengungsian, begitu presiden datang, langsung disediakan toilet tambahan