Sabtu, 26 April 2014

Edisi Sunnah -Syi'ah

Mengkritik Quraish Shihab Secara Ilmiah, Bukti Bahwa Quraish Shihab Pembela Syi'ah

Oleh: DR. Adian Husaini
(KompasIslam.Com) – Belum lama ini saya menerima kiriman berupa sebuah buku terbitan Pondok Pesantren (Ponpes) Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur (Jatim). Judulnya cukup panjang, “Mungkinkah Sunnah-Syi’ah dalam Ukhuwah?”, yang merupakan jawaban atas Buku Prof. Dr. Quraish Shihab (Sunnah-Syi’ah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?)”. Penulis buku “Mungkinkah Sunnah-Syi’ah dalam Ukhuwah?” adalah Tim Penulis Buku Pustaka SIDOGIRI, Pondok Pesantren Sidogiri Jatim, yang dipimpin seorang anak muda bernama Ahmad Qusyairi Ismail.

Membaca buku ini halaman demi halaman, muncul rasa syukur yang sangat mendalam. Bahwa, dari sebuah pesantren yang berlokasi di pelosok Jawa Timur, terlahir sebuah buku ilmiah yang bermutu tinggi, yang kualitas ilmiahnya mampu menandingi buku karya Prof. Dr. Quraish Shihab yang dikritik oleh buku ini. Buku dari Pesantren Sidogiri ini terbilang cukup cepat terbitnya.

Cetakan pertamanya keluar pada September 2007. Padahal, cetakan pertama buku Quraish Shihab terbit pada Maret 2007. Mengingat banyaknya rujukan primer yang dikutip dalam buku ini, kita patut mengacungi jempol untuk para penulis dari Pesantren tersebut.

Salah satu kesimpulan Quraish Shihab dalam bukunya ialah, bahwa Ahlu Sunnah atau Sunni dan Syi’ah adalah dua madzhab yang berbeda. “Kesamaan-kesamaan yang terdapat pada kedua madzhab ini berlipat ganda dibandingkan dengan perbedaan-perbedaan dan sebab-sebabnya. Perbedaan antara kedua madzhab -dimana pun ditemukan- adalah perbedaan cara pandang dan penafsiran, bukan perbedaan dalam ushul (prinsip-prinsip dasar) keimanan, tidak juga dan rukun-rukun Islam”. (Cetakan II, hal. 265). Berbeda dengan Quraish Shihab, pada bagian sampul belakang buku terbitan Pesantren Sidogiri Jatim, dikutip sambutan KH. A. Nawawi Abdul Djalil, pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri Jatim yang menegaskan: “Mungkin saja, Syi’ah tidak akan pernah habis sampai hari kiamat dan menjadi tantangan utama akidah Ahlu Sunnah. Oleh karena itu, kajian sungguh-sungguh yang dilakukan anak-anak muda seperti ananda Qusyairi dan kawan-kawannya ini, menurut saya merupakan langkah penting untuk membendung pengaruh aliran sesat semacam Syi’ah.”

Berikut ini kita kutip sebagian kritik dari Pondok Pesantren Sidogiri Jatim terhadap Quraish Shihab (selanjutnya Quraish Shihab disingkat “QS” dan Pondok Pesantren Sidogiri disingkat “PPS”). Kutipan dan pendapat QS dan PPS diambil dari buku mereka masing-masing.

1. Tentang Abdullah bin Saba‘.

QS: “Ia adalah tokoh fiktif yang diciptakan para anti-Syi’ah. Ia (Abdullah bin Saba’ -red) adalah sosok yang tidak pernah wujud dalam kenyataan. Thaha Husain -ilmuwan kenamaan Mesir- adalah salah seorang yang menegaskan ketiadaan Ibnu Saba’ itu dan bahwa ia adalah hasil rekayasa musuh-musuh Syi’ah”. (hal. 65). PPS: Bukan hanya sejarawan Sunni yang mengakui kebaradaan Abdullah bin Saba’. Sejumlah tokoh Syi’ah yang diakui ke-tsiqah-annya (kepercayaannya -red) oleh kaum Syi’ah juga mengakui kebaradaan Abdullah bin Saba’. Sa’ad al-Qummi, pakar fiqih Syi’ah abad ke-3, misalnya, malah menyebutkan dengan rinci para pengikut Abdullah bin Saba’, yang dikenal dengan sekte Saba’iyyah.

Dalam bukunya, al-Maqalat wa al-Firaq, (hal. 20), al-Qummi menyebutkan, bahwa Abdullah bin Saba’ adalah orang memunculkan ide untuk mencintai Sayyidina Ali secara berlebihan dan mencaci maki para sahabat Nabi lainnya, khususnya Abu Bakar, ‘Umar, dan Utsman radhiyallahu ‘anhum. Kisah tentang Abdullah bin Saba’ juga dikutip oleh guru besar Syi’ah, An-Nukhbati dan al-Kasyi, yang menyatakan, bahwa, para pakar ilmu menyebutkan bahwa Abdullah bin Saba’ adalah orang Yahudi yang kemudian masuk Islam. Atas dasar ke-Yahudiannya, ia menggambarkan Ali radhiyallahu ‘anhu setelah wafatnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Yusya’ bin Nun yang mendapatkan wasiat dari Nabi Musa alaihisallam Kisah Abdullah bin Saba’ juga ditulis oleh Ibn Khaldun dalam bukunya, Tarikh Ibn Khaldun. (hal. 44-46).

2. Tentang Hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Abu Hurairah :

QS: “Karena itu, harus diakui bahwa semakin banyak riwayat yang disampaikan seseorang, semakin besar potensi kesalahannya dan karena itu pula kehati-hatian menerima riwayat-riwayat dari Abu Hurairah merupakan satu keharusan. Disamping itu semua, harus diakui juga bahwa tingkat kecerdasan dan kemampuan ilmiah, demikian juga pengenalan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menyangkut Nabi shalalahu ‘alaihi wa sallam berada di bawah kemampuan sahabat-sahabat besar Nabi saw, atau istri Nabi, Aisyah radhiyallahu ‘anha” (hal. 160).

QS: “Ulama-ulama Syi’ah juga berkecil hati karena sementara pakar hadits Ahlu Sunnah tidak meriwayatkan dari imam-imam mereka. Imam Bukhari, misalnya, tidak meriwayatkan satu hadits pun dari Ja’far ash-Shadiq, Imam ke-6 Syi’ah Imamiyah, padahal hadits-haditsnya cukup banyak diriwayatkan oleh kelompok Syi’ah.” (hal. 150).

PPS: “Sejatinya, melancarkan suara-suara miring terhadap sahabat pemuka hadits sekaliber Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dengan menggunakan pendekatan apa pun, tidak akan pernah bisa meruntuhkan reputasi dan kebesaran beliau, sebab sudah pasti akan bertentangan dengan dalil-dalil hadits, pengakuan para pemuka sahabat dan pemuka ulama serta realitas sejarah. Jawaban untuk secuil sentilan terhadap Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu sejatinya telah dilakukan oleh para ulama secara ilmiah dan rasional. Banyak buku-buku yang ditulis oleh para ulama khusus untuk membantah tudingan miring terhadap sahabat senior Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, diantaranya adalah al-Burhan fi Tabri’at Abi Hurairah min al-Buhtan yang ditulis oleh Abdullah bin Abdul Aziz bin Ali an-Nash, Dr. Al-A’zhami dalam Abu Hurairah fi Dhau’i Marwiyatih, Muhammad Abu Shuhbah dalam Abu Hurairah fi al-Mizan, Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib dengan bukunya Abu Hurairah Riwayat al-Islam dan lain-lain.” Dalam Bidayah wa an-Nihayah, Ibn Katsir mengatakan, bahwa Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu merupakan sahabat yang paling kuat hafalannya, kendati beliau bukan yang paling utama. Imam Syafi’i juga menyatakan, “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang memiliki hafalan paling cemarlang dalam meriwayatkan hadits pada masanya.” (hal. 320-322). Karena kuatnya bukti-bukti keutamaan Abu Hurairah, maka PPS menegaskan : “Dengan demikian, maka keagungan, ketekunan, kecerdasan dan daya ingat Abu Hurairah tidak perlu disangsikan, dan karena itulah posisi beliau di bidang hadits demikian tinggi tak tertandingi. Yang perlu disangsikan justru kesangsian terhadap Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu seperti ditulis Dr. Quraish Shihab: “Karena itu, harus diakui bahwa semakin banyak riwayat yang disampaikan seseorang, semakin besar potensi kesalahannya dan karena itu pula kehati-hatian menerima riwayat-riwayat dari Abu Hurairah merupakan satu keharusan.” (hal. 322).

“Pernyataan seperti yang dilontarkan oleh Dr. Quraish Shihab tersebut sebetulnya hanya muncul dari asumsi-asumsi tanpa dasar dan tidak memiliki landasan ilmiah sama sekali. Sebab jelas sekali jika beliau telah mengabaikan dalil-dalil tentang keutamaan Abu Hurairah dalam hadits-hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, data-data sejarah dan penelitian sekaligus penilaian ulama yang mumpuni di bidangnya (hadits dan sejarah).

Kekurangcakapan Dr. Quraish Shihab di bidang hadits semakin tampak, ketika beliau justru menjadikan buku Mahmud Abu Rayyah, Adhwa’ ‘ala Sunnah Muhammadiyah, sebagai rujukan dalam upaya menurunkan reputasi Abu Hurairah r.a. Padahal, semua pakar hadits kontemporer paham betul akan status dan pemikiran Abu Rayyah dalam hadits.” (hal. 322-323).

Tentang banyaknya hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu., Dr. al-A’zhami melakukan penelitian, bahwa jumlah 5.000 hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah adalah jika dihitung hadits yang substansinya diulang-ulang. Jika penghitungan dilakukan dengan mengabaikan hadits-hadits yang diulang-ulang substansinya, maka hadits dari Abu Hurairah yang ada dalam Musnad dan Kutub as-Sittah tinggal 1336 saja. “Nah, kadar ini, kata Ali as-Salus, bisa dihafal oleh pelajar yang tidak terlalu cerdas dalam waktu kurang dari satu tahun. Bagaimana dengan Abu Hurairah, yang merupakan bagian dari mu’jizat kenabian?” (hal. 324).

Memang dalam pandangan Syi’ah, seperti dijelaskan oleh Muhammad Husain Kasyif al-Ghitha’ (tokoh Syi’ah kontemporer yang menjadi salah satu rujukan kaum Syi’ah masa kini), yang juga dikutip oleh QS : “Syi’ah tidak menerima hadits-hadits Nabi SAW kecuali yang dianggap sah dari jalur Ahlul Bait. Sementara hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para perawi semacam Abu Hurairah, Samurah bin Jundub, Amr bin Ash dan sesamanya, maka dalam pandangan Syi’ah Imamiyah, mereka tidak memiliki nilai walau senilai nyamuk sekalipun.” (hal. 313).

PPS juga menjawab tuduhan bahwa Ahlu Sunnah diskriminatif, karena tidak mau meriwayatkan hadits dari imam-imam Syi’ah. Pernyataan semacam itu hanyalah suatu prasangka belaka dan tidak didasari penelitian ilmiah apa pun. Dalam kitab-kitab Ahlu Sunnah, riwayat-riwayat Ahlul Bait begitu melimpah. Imam Bukhari memang tidak meriwayatkan hadits dari Imam Ja’far ash-Shadiq, dengan berbagai alasan, terutama karena banyaknya hadits palsu yang disandarkan kaum Syi’ah kepada Ja’far ash-Shadiq. Bukan karena Imam Bukhari membencinya. Bukhari juga tidak meriwayatkan hadits dari Imam Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal, bukan karena beliau membenci mereka. (hal. 324-330).

3. Tentang Pengkafiran Ahlu Sunnah :

QS: “Apa yang dikemukakan di atas sejalan dengan kenyataan yang terlihat, antara lain di Makkah dan Madinah, di mana sekian banyak penganut aliran Syi’ah Imamiyah yang shalat mengikuti shalat wajib yang dipimpin oleh Imam yang menganut madzhab Sunni yang tentunya tidak mempercayai imamah versi Syi’ah itu. Seandainya mereka menilai orang-orang yang memimpin shalat itu kafir, maka tentu saja shalat mereka tidak sah dan tidak juga wajar imam itu mereka ikuti.” (hal. 120).

PPS: “Memperhatikan tulisan Dr. Quraish Shihab di atas, seakan-akan Syi’ah yang sesungguhnya memang seperti apa yang digambarkannya (tidak menganggap Ahlu Sunnah Kafir dan najis). Akan tetapi siapa mengira bahwa faktanya tidak seperti penggambaran Dr. Quraish Shihab? Jika kita merujuk langsung pada fatwa-fatwa ulama Syi’ah, maka akan tampak bahwa sebetulnya Dr. Quraish Shihab hendak mengelabui pemahaman umat Islam akan hakikat Syi’ah. Bahwa sejatinya, Syi’ah tetap Syi’ah.

Apa yang mereka yakini hari ini tidak berbeda dengan keyakinan para pendahulu mereka. Dalam banyak literatur Syi’ah dikemukakan, bahwa orang-orang Syi’ah yang shalat di belakang (menjadi makmum) imam Sunni tetap dihukumi batal, kecuali dengan menerapkan konsep Taqiyyah… “Suatu ketika, tokoh Syi’ah terkemuka, Muhammad al-Uzhma Husain Fadhlullah, dalam al-Masa’il Fiqhiyyah, ditanya: “Bolehkah kami (Syi’ah) shalat bermakmum kepada imam yang berbeda mazhab dengan kami, dengan memperhatikan perbedaan-perbedaan di sebagian hukum antar shalat kita dan shalat mereka?” Muhammad Husain Fadhlullah menjawab: “Boleh, asalkan dengan menggunakan Taqiyyah.” (348-349).

Seorang dai Syi’ah, Muhammad Tijani, mengungkapkan bahwa, “Mereka (orang-orang Syi’ah) seringkali shalat bersama Ahlu Sunnah wal Jama’ah dengan menggunakan Taqiyyah dan bergegas menyelesaikan shalatnya. Dan barangkali kebanyakan mereka mengulangi shalatnya ketika pulang.” (hal. 350-351).

Banyak sekali buku-buku referensi utama kaum Syi’ah yang dirujuk dalam buku terbitan PPS ini. Karena itu, mereka juga menolak pernyataan Dr. Quraish Shihab bahwa yang mengkafirkan Ahlu Sunnah hanyalah pernyataan orang awam kaum Syi’ah.

PPS juga mengimbau agar umat Islam berhati-hati dalam menerima wacana “Persatuan umat Islam” dari kaum Syi’ah. Sebab, mereka yang mengusung persatuan, ternyata dalam kajiannya justru memojokkan Ahlu Sunnah dan memposisikannya di posisi dzalim, sementara Syi’ah diposisikan sebagai “yang terdzalimi”.

Buku terbitan PPS ini memang banyak memuat fakta dan data tentang ajaran Syi’ah, baik klasik maupun kontemporer. Terhadap Imam mazhab yang empat, misalnya, dikutip pendapat dalam Kitab Kadzdzabu ‘ala asy-Syi’ah, “Andai para dai Islam dan Sunnah mencintai Ahlul Bait, niscaya mereka mengikuti jejak langkah Ahlul Bait dan tidak akan mengambil hokum-hukum agama mereka dari para penyeleweng, seperti Abu Hanifah, asy-Syafii, Imam Malik dan Ibnu Hanbal.” (hal. 366).

Terlepas dari fakta tentang Syiah dan kritik terhadap Quraish Shihab, terbitnya buku ini telah menjadi momen penting bagi PPS untuk turut berkiprah dalam peningkatan khazanah keilmuan Islam di Indonesia. PPS memang telah didirikan pada tahun 1745. Jadi, usianya kini telah mencapai lebih dari 260 tahun.

Jumlah muridnya kini lebih dari 5000 orang. Sejumlah prestasi ilmiah tingkat nasional juga pernah diraihnya. Diantaranya, pada Ramadhan 1425 H, PPS berhasil meraih juara I dan III lomba karya ilmiah berbahasa Arab yang diselenggarakan oleh Depdiknas RI.

Dalam Jurnal Laporan Tahunan 1425/1426 H, disebutkan bahwa PPS juga cukup sering mendapat kunjungan tamu-tamu dari luar negeri. Termasuk dari kedutaan Australia dan Amerika Serikat. Mereka selalu menerima tamunya dengan baik. Tetapi, dengan sangat berhati-hati, selama ini, PPS senantiasa menolak dana bantuan dan hibah dari Australia dan Amerika.

PPS juga termasuk salah satu pesantren di Jawa Timur yang sangat gigih dalam melawan penyebaran paham Liberal. Ditulis dalam Laporan Tahunan tersebut: “Tahun ini, PPS menggerakkan piranti dunia maya untuk melestarikan dan menyelamatkan ajaran Ahlu Sunnah dari serbuan berbagai aliran sesat”.

“Di website www.sidogiri.com secara khusus disediakan rubrik “Islam Kontra Liberal”. Rubrik ini digunakan oleh Pondok Pesantren Sidogiri untuk meng-counter wacana-wacana pendangkalan akidah yang ramai berkembang saat ini. Liberalisme, humanisme, rasionalisme, pluralisme, feminisme, sekularisme, dekonstruksi syari’ah dan paham-paham destruktif modern lainnya, menjadi bidikan yang terus ditangkal dengan wacana-wacana salaf yang dipegang Pondok Pesantren Sidogiri”.

Kita berdoa, mudah-mudahan akan terus lahir karya-karya ilmiah yang bermutu tinggi dari PPS. Begitu juga dari berbagai pondok pesantren lainnya. [John/PS2-Pecinta Sunnah Pembenci Syi’ah]

- See more at: http://www.kompasislam.com/2014/03/20/mengkritik-quraish-shihab-secara-ilmiah-bukti-bahwa-quraish-shihab-seorang-syiah/#sthash.jdmDv0Us.dpuf

Dicopy dari Syi'ah Bukan Islam (Facebook)

Tidak ada komentar: