Senin, 14 April 2014

Petambak di dusun Batu Ampara Pulau Tanakeke, Takalar

Sebenarnya sudah beberapa kali ke Pulau Tanakeke, di kabupaten Takalar. Hal ini berhubungan dengan permintaan dari sebuah LSM yang berpusat di luar negeri yang sedang mempunyai program pengembangan masyarakat (community develovment) di sana khususnya di dusun Batu Ampara untuk membantu dalam mengembangkan budidaya udang di sana, khususnya udang vanname. Dusun Batu Ampara yang berjumlah kepala keluarganya tidak terlalu banyak memang rata-rata mempunyai tambak. Tetapi produktifitasnya tidaklah terlalu bagus, mereka lebih banyak memelihara ikan bandeng (daerah: ikan bolu) dicampur dengan udang windu dengan penebaran yang sangat sedikit. Bahkan karena selama ini hasil dari tambak tidak terlalu bagus sehingga para petambak tidak terlalu memperhatikan kondisi fisik tambak sehingga tidak terlalu ideal lagi disebut sebagai sebuah tambak. Banyak pematang tambak yang dibiarkan tidak diperbaiki bahkan pintu airnya pun kondisinya tidak terlalu bagus.

Dari perbincangan dengan tokoh masyarakat di dusun itu, sebenarnya hasil tambak dengan udang windunya pernah jaya di Tana Keke pada umumnya dan khususnya di dusun Batu Ampara. Dikatakan juga bahwa ketika tambak sedang berjaya dari hasilnya, banyak petambak yang mempunyai rumah tambak (baca: empang) yang besar-besar berada di tambaknya dimana mereka sehari-harinya hidup dan beraktivitas di sana. Tetapi ketika udang windu tidak bisa bertahan karena selalu ada penyakit, mereka pun tidak memperhatikan lagi tambaknya bahkan rumah-rumah empang pun sudah tidak ada lagi berganti dengan gubuk-gubuk kecil terbuat dari kayu biasa dan beratap serta berdindingkan anyaman daun kelapa. budidaya pun tersisa hanya kepada ikan bandeng ditambah sedikit udang windu! Sebagian besar mata pencaharian mereka beralih ke rumput laut Euchema cottoni yang memang sangat marak di Tana Keke ini. dengan perairan yang tidak terlalu dalam di antara pulau-pulau memungkinkan ribuan hektar lahan rumput laut membentang sejauh memandang.

Yang sungguh mengagetkan adalah bahwa teknik budidaya mereka tidak berkembang sama sekali, dari dulu hingga sekarang ya seperti itu. Dengan mengusung budidaya udang vanname dengan kepadatan yang agak tinggi dibandingkan budidaya yang selalu mereka lakukan pada udang windu, memang memerlukan suatu kesabaran yang tinggi. Secara sosiologi para petani atau petambak memang tidak akan langsung berubah perilaku bertambaknya sebelum mereka melihat sendiri atau bahkan mereka merasakan sendiri hasilnya. Walau sebelum pelaksanaan budidaya vanname mereka dilatih dulu dalam forum pelatihan selama beberapa kali pertemuan.

Sampai saat ini sudah ada yang panen, namun hasilnya menurut standar teknis belum begitu memuaskan. Tetapi berdasarkan hasil yang mereka dapat dari nilai uang hasil panennya ada rasa puas pada diri mereka yang tidak pernah mereka dapatkan ketika berbudidaya udang windu, sehingga mereka langsung mencoba lagi budidaya udang vanname dari hasil panen udang vanname nya yang pertama.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

mantap...........rumput laut di tanakeke harus di tingkatkan kualiats dan penjualannya spuaya para nelayan bisa hidup dgn sejahtera

mang-emfur mengatakan...

Setuju Pak. Apa pun itu selama bisa mensejahterakan masyarakat sikat saja, hayu! sip