(http://kisahmuslim.com/kumpulan-kisah-hikmah-dan-unik/)
– Pada suatu hari Imran bin Haththan menemui istrinya. Secara fisik, Imran memang buruk, berjerawat dan pendek. Sedangkan istrinya cantik jelita. Tiap kali dia memandang istrinya, si istri kelihatan semakin cantik dan jelita. Dia tidak dapat menahan diri dari memandang istrinya terus-menerus. Lantas istrinya berkata, “Ada apa dengan dirimu?” Dia menjawab, “Segala puji bagi Allah. Demi Allah, kamu perempuan yang cantik.” Si istri berkata, “Bergembiralah, karena sesungguhnya saya dan kamu akan masuk surga.” Dia bertanya, “Dari mana kamu tahu hal itu?” Istrinya menjawab, “Sebab, kamu telah dianugerahi istri seperti aku, dan engkau bersyukur. Sedangkan aku diuji dengan suami seperti kamu, dan aku bersabar. Orang yang bersabar dan bersyukur ada di dalam surga.”
– Dikatakan kepada As’ab, “Engkau telah tua renta. Sampai seusia ini apakah engkau belum hafal hadis sedikit pun?” Dia pun berkata, “Demi Allah, bahkan tidak ada seorang pun yang pernah mendengar (hadis) dari Ikrimah seperti apa yang saya dengar darinya.” Mereka berkata, “Sampaikanlah hadis tersebut kepada kami.” Dia berkata, “Saya pernah mendengar Ikrimah menceritakan sebuah hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersabda, ‘Ada dua hal yang tidak akan berkumpul pada diri seorang muslim.’ Ikrimah lupa satu bagian dan saya lupa bagian satunya lagi.”
– Seorang perempuan mukminah pernah ditanya mengenai kosmetik yang dipakainya. Dia berkata, “Saya menggunakan kejujuran untuk bibirku, Alquran untuk suaraku, kasih sayang untuk mataku, kebaikan untuk tanganku, istiqamah untuk fisikku, dan ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk hatiku.”
– Harun ar-Rasyid pernah berkata kepada Qadhi Abu Yusuf, seorang qadhi, “Apa pendapatmu mengenai Faludzat dan Lauzaj (makanan sejenis puding). Manakah di antara keduanya yang lebih enak dan lebih manis?” Qadhi Abu Yusuf menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, saya tidak akan memutuskan atau menghukumi dua hal yang tidak hadir di sisiku.” Lantas ar-Rasyid memerintahkan agar kedua makanan tersebut dihadirkan. Kemudian Qadhi Abu Yusuf menyantap makanan ini sesuap dan makanan satunya lagi sesuap sehingga beliau memakan separuh dari keduanya. Selanjutnya dia berkata, “Wahai Amirul Mukminin! Saya belum pernah melihat dua pihak yang bersengketa berdebat lebih dahsyat daripada keduanya. Ketika saya hendak memutuskan untuk memenangkan salah satunya, pihak yang lain mengemukakan hujjahnya.”
– Ada seorang laki-laki tinggal di sebuah rumah sewaan. Kayu atapnya telah usang dan rusak. Atapnya banyak yang hancur. Ketika pemilik rumah datang meminta uang sewa, maka si penyewa berkata, “Perbaiki dahulu atap ini, karena sudah rusak.” Dia menjawab, “Jangan khawatir. Tidak apa-apa kok. Atap itu sedang bertasbih kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Si penyewa menimpali, “Saya khawatir kalau atapnya punya rasa khasyyah (takut kepada Allah) lantas dia bersujud.”
– Seorang penduduk pedalaman berhenti di suatu kaum, lalu dia menanyakan nama-nama mereka. Salah seorang dari mereka berkata, “Nama saya Watsiq.” Lainnya mengatakan, “Nama saya Mani’.” Lainnya lagi berkata, “Nama saya Tsabit.” Orang keempat berkata, “Nama saya Syadid.” Lantas orang pedalaman tersebut berkata, “Saya menduga bahwa kunci-kunci dibuat hanya dengan nama-nama kalian.”
– Al-Ashmu’i mengisahkan, “Saya pernah masuk ke daerah pedalaman. Ternyata ada seorang perempuan cantik yang mempunyai suami jelek. Lalu saya bertahan kepadanya, “Bagaimana kamu bisa merelakan dirimu dimiliki oleh orang seperti ini?” Dia menjawab, “Coba dengarkan! Barangkali dia berbuat baik dalam hubungan antara dirinya dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sang Penciptanya. Sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan diriku sebagai pahalanya. Dan barangkali aku berbuat tidak baik, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya sebagai siksa bagiku.”
– Ibnu as-Sammak az-Zahid berkata kepada Harun ar-Rasyid –sebelumnya dia meminta segelas air untuk diminum, “Wahai Amirul Mukminin! Seandainya Anda dihalangi untuk meneguk minuman ini. Berapa Anda berani membelinya?” Beliau menjawab, “Dengan semua kepemilikanku.” Ibnu as-Sammak melanjutkan, “Seandainya Anda dihalangi mengeluarkan minuman tersebut dari diri Anda (maksudnya tidak bisa kencing). Dengan berapa banyak Anda rela menebus diri Anda?” Beliau menjawab, “Dengan semua kepemilikanku.” Ibnu as-Sammak berkata, “Wahai Amirul Mukminin! Tidak ada sisi kebaikan harta yang tidak sebanding dengan minuman dan air kencing.”
– Seorang penduduk pedalaman datang ke sebuah daerah. Ada anak-anak yang sedang bermain. Mereka melemparinya dengan beberapa batu. Ternyata ada sebauh batu yang tepat mengenai kepalanya, sehingga kepalanya bocor dan terluka. Lantas dia menghadap kepada penguasa daerah tersebut untuk mengadukan kejadian tersebut. Sang penguasa bertanya kepadanya, “Pada hari apa engkau datang?” Dia menjawab, “Pada saat kesulitan.” Sang penguasa melanjutkan, “Di daerah mana engkau singgah?” Dia menjawab, “Di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman.” Lantas sang penguasa tertawa dan memberi bantuan kepadanya.
– Seorang laki-laki meminta izin kepada Amirul Mukminin. Abu Ja’far al-Manshur untuk memperlihatkan kelihaiannya dalam ber-atraksi. Beliau pun memberinya izin. Lantas lelaki tersebut mengambil banyak piring besar. Lalu dia mengombang-ambingkannya ke udara dengan kelihaian yang luar biasa tanpa ada satu pun yang jatuh ke tanah. Abu Ja’far berkata, “Lalu apa lagi?” Kemudian dia mengeluarkan banyak tongkat. Pada tiap-tiap ujung tongkat terdapat tempat untuk menyusun tongkat lainnya. Selanjutnya dia melempar tongkat pertama dan langsung menancap di dinding. Lantas dia melempar tongkat kedua dan masuk ke lubang tongkat pertama, dan demikian seterusnya sampai seratus tongkat. Tidak ada satu pun yang jatuh ke tanah. Setelah aksinya selesai dia berharap agar Amirul Mukminin dapat menghargai kelihaiannya. Akan tetapi, al-Manshur justru memanggil para algojonya seraya berkata, “Tangkap lelaki ini dan berilah dia seratus cambukan.” Lelaki itupun berteriak, “Mengapa engkau melakukan ini, Amirul Mukminin?” Beliau menjawab, “Karena kamu telah menyia-nyiakan waktu kaum muslimin untuk hal-hal yang tidak bermanfaat bagi mereka.”
– Ditanyakan kepada Hakim, “Apa sesuatu yang paling baik untuk seseorang?” Dia menjawab, “Diam yang membuatnya selamat.” Dilanjutkan lagi, “Jika masih tidak ada juga?” Dia menjawab, “Kematian yang menjadikan para hamba dan negara-negara beristirahat.”
– Suatu ketika al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi sedang mandi di Teluk Persia dan dia hampir tenggelam, lalu ada seseorang yang menyelamatkannya. Ketika orang tersebut telah berhasil membawanya ke darat, al-Hajjaj berkata kepadanya, “Mintalah apa saja yang kamu inginkan, niscaya permintaanmu akan dipenuhi.” Orang tersebut bertanya, “Kamu ini siapa? Kok akan memenuhi apa saja yang aku minta?” Al-Hajjaj menjawab, “Aku adalah al-Hajjaj ats-Tsaqafi?” Dia pun lalu berkata, “Permintaanku hanya satu. Demi Allah, saya minta kepadamu agar kamu tidak menceritakan kepada seorang pun bahwa aku telah menolongmu.”
– Diceritakan bahwa seorang pedalaman bertanya kepada penduduk Bashrah, “Siapa pemimpin kalian?” Mereka menajwab, “al-Hasan.” “Kenapa dia dapat menjadi pemimpin kalian?” Mereka menjawab, “Karena orang-orang membutuhkan ilmunya, sedangkan beliau tidak membutuhkan dunia mereka.”
– Dikatakan kepada seseorang yang salih, “Sungguh, saya mengeluhkan penyakit jauh dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, lantas apa obatnya?” kemudian hamba yang shalih tersebut menjawab, “Wahai saudara! Tetaplah kamu dengan akar-akar keikhlasan, daun kesabaran, dan perasaan buah tawadhu. Letakkanlah itu semua di dalam wadah takwa, tuangkanlah air khasyyah (takut kepada Allah), nyalakan padanya api kesedihan, letakkan dengan saringan muraqabah, raihlah dengan telapak tangan kejujuran, minumlah dengan gelas istighfar, berkumurlah dengan wara (menjauhi perbuatan maksiat), dan jauhkanlah dirimu dari loba tamak, niscaya penyakitmu akan sembuh dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
– Ibrahim bin Adham melihat seorang pemuda sedang bersedih, lalu dia berkata kepadanya, “Wahai anak muda! Saya akan menanyakan kepadamu tiga hal. Tolong dijawab!” “Baiklah,” ujar pemuda tersebut. Ibrahim bertanya kepadanya, “Apakah ada sesuatu di muka bumi ini yang dapat berjalan tanpa kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala?” Dia menjawab, “Tidak sama sekali.” Ibrahim berkata, “Apakah rezeki yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadamu dapat berkurang sedikit pun?” Dia menjawab, “Tidak akan sama sekali.” Ibrahim bertanya lagi, “Apakah ajal yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadamu dapat berkurang meskipun hanya sekejap saja?” Dia menjawab, “Tidak akan sama sekali.” Lantas Ibrahim berkata, “Kalau demikian, apa yang kamu susahkan?”
– Mu’awiyah berkata kepada seorang lelaki dari daerah Yaman, “Alangkah bodohnya kaummu yang mengangkat seorang perempuan sebagai pemimpin mereka.” Lelaki tersebut membalas perkataan Mu’awiyah, “Kaummu yang lebih bodoh daripada kaumku, yaitu orang-orang yang ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak mereka untuk beribadah kepada Allah Yang Maha Pengasih, mereka berkata,
“Ya Allah, jika (Alquran) ini benar (wahyu) dari Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami adzab yang pedih.” (QS. Al-Anfal: 32)
Mereka tidak mengucapkan, “Ya Allah, jika (Alquran) ini benar (wahyu) dari Engkau, berilah kami petunjuk.”
– Seorang ulama diberi pertanyaan pada saat berdiri di atas mimbar, tetapi beliau menjawab, “Saya tidak tahu.” Lantas ada yang berkata kepadanya, “Mimbar bukanlah tempat kebodohan.” Si ulama menjawab, “Saya naik ke mimbar ini sesuai dengan batas ilmuku. Seandainya saya naik sesuai dengan ukuran kebodohanku, pastilah saya sampai ke langit.”
– Seorang laki-laki datang menghadap al-Hasan al-Bashri radhiyallahu ‘anhu. Ia bertanya, “Apa rahasia sifat zuhudmu terhadap dunia wahai sang imam?” Beliau menjawab, “Ada empat hal. Saya tahu bahwa rezeki saya tidak akan diraih oleh orang lain. Makanya, saya menyibukkan diriku sendiri untuk rezekiku. Saya tahu bahwa amal perbuatanku tidak akan dilakukan oleh orang lain. Makanya, saya menyibukkan diriku sendiri untuk melakukannya. Saya tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu melihatku. Makanya, saya malu bila Allah Subhanahu wa Ta’ala melihatku sedang berbuat maksiat. Saya tahu bahwa kematian menantiku. Makanya, saya mempersiapkan bekal untuk menghadap Rabbku.”
Artikel www.KisahMuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar