Senin, 06 Januari 2014

Hasan bin Ali bin Abi Thaib ra (Cucu pertama Rasulullah saw)

Merambah dunia dan akherat

(Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra.)

Kita semua tahu bahwa selain Husain bin Ali bin Abi Thalib ra ada juga Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra sebagai cucu kesayangan dari Rasulullah saw. Hasan bin Abi Thalib ra adalah anak pertama dari Ali bin Abi Thalib kw dan Fatimah Azzahro ra. Rasulullah saw sendiri yang langsung memberi nama Hasan untuk cucunya tersebut. Sebelumnya Ali bin Abi Thalib ra memberi nama Harban (peperangan) untuk anaknya yang pertama, yang kemudian diganti oleh Rasullullah saw. Hasan dan Husain ra bukan saja kesayangan Rasulullah saw, tetapi Rasulullah saw menyatakan bahwa “Sesungguhnya kalian (cucu-cucuku) sungguh termasuk kesayangan Allah swt. Dan kalian membuat kami bakhil dan penakut”

Secara fisik Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra adalah yang mirip dengan Rasulullah saw., sebagaimana pengakuan dari Abu Bakar ra setelah beliau mengimami kaum muslimin shalat beberapa malam setelah wafat Rasulullah saw, kemudian beliau keluar bersama Ali bin Abi Thalib kw dan melihat al- Hasan sedang bermain bersama anak-anak lainnya. Maka Abu Bakar menggendongnya di atas punggungnya seraya berkata, “(Demi Allah) ayahku sebagai tebusannya, anak ini sangat mirip dengan Nabi saw, tidak mirip dengan Ali” Perawi berkata, “Ali tertawa saja mendengarnya”. Bahkan ibunya sendiri mengatakan hal sama, ‘Fathimah ra membuat al-Hasan bin Ali meloncat sambil mengatakan, “(Demi Allah), ayahku sebagai tebusannya, (sungguh sangat) mirip dengan Nabi, tidak mirip dengan Ali”

Dalam perkembangan hidupnya, sebagaimana didikan dalam keluarga Nabi saw, Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra tumbuh menjadi sosok yang menjadi anutan. Ketika Ibnu Muljam menikam Ali bin Abi Thalib kw, mereka berkata kepada Ali, “Tunjuklah khalifah sepeninggalmu wahai Amiirul Mukminin!” Ali berkata, “Tidak! Aku akan membiarkan kalian sebagaimana Rasulullah saw meninggalkan kalian (yakni tanpa menunjuk khalifah). Apabila Allah menghendaki kebaikan atas kalian niscaya Allah menyatukan kalian di bawah kepemimpinan orang yang terbaik dari kalian sebagaimana Dia telah menyatukan di bawah kepemimpinan orang yang terbaik dari kalian sepeninggal Rasulullah saw” Majulah Qais bin Saad bin Ubaidah untuk membaiat al-Hasan untuk menjadi khalifah pengganti setelah meninggalnya Ali bin Abi Thalib kw, yang diikuti oleh orang banyak sesudahnya.

Mengenai pengangkatan al-Hasan sebagai Khalifah ini, ada ahli sejarah yang memasukannya sebagai salah seorang yang termasuk Khulafa rasyidin, selain Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib ra. Hal ini berdasarkan kepada sabda Rasulullah saw sendiri setelah dikalkukasi lamanya al-Hasan menjadi khalifah, yaitu hanya kurang lebih satu tahun. Rasulullah saw bersabda, “Khilafah (nubuwwah) sesudahku tiga puluh tahun, setelah itu akan menjadi kerajaan”

Kiprah al-Hasan sebagai pemimpin umat ini sudah digambarkan sendiri Rasulullah saw, yang sejalan dengan sosok yang digambarkan oleh ibnu kastir bahwa al-Hasan adalah sayyid kaum muslimin, salah seorang ‘ulama, orang yang lembut dan cerdik pandai di kalangan sahabat. Suatu hari Rasulullah saw naik ke atas mimbar lalu al-Hasan bin Ali duduk di samping beliau, Beliau menghadap para hadirin dan pada kesempatan lain menoleh kepada al-Hasan, kemudian beliau bersabda, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya cucuku ini adalah sayyid (pemimpin), Allah akan mendamaikan dua kelompok besar kaum Muslimin melalui tangannya”

Seperti kita ketahui bersama, bahwa rentetan peristiwa besar pada zaman Khulafa Rasyidin berujung kepada terbelahnya kekuatan kaum Muslimin, dimana satu pihak berada di syam di bawah kendali Mu’awiyyah ra dan satu pihak berada di kufah yang akhirnya berada dalam kendali Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra. Namun dengan kearifan dan tanggungjawabnya al-Hasan bin Ali ra menyerahkan kekuasan kekhalifahan kepada Mu’awiyyah ra, bukan karena kelemahannya dan dukungan yang kurang. Shalih bin Ahmad berkata, “Aku mendengar ayahku berkata, sebanyak sembilan puluh ribu pasukan telah berbai’at kepada al-Hasan, namun beliau meninggalkan jabatan khalifah, beliau berdamai dengan Mu’awiyyah. Tidak setitik darahpun mengalir selama masa pemerintahannya.”

Kelembutan hati al-Hasan bin Ali menjadi dasar dari semua yang terjadi, ketika seseorang mempertanyakan kertas yang berada di tangan beliau, beliau menjawa bahwa itu adalah surat dari Mu’awiyah berisi janji dan ancaman. Lelaki itu berkata, “Dahulu engkau menuntut hal yang serupa darinya?” Beliau menjawab, “Benar, akan tetapi aku khawatir pada hari Kiamat nanti 70.000 atau 80.000 orang, bisa lebih dan bisa kurang, datang pada Hari Kiamat seluruhnya dengan urat leher mengalirkan darah. Mereka semua menuntut kepada Allah mengapa darah mereka ditumpahkan”

Di lain keterangan ketika beliau, al-Hasan bin Ali, ditanya, “orang-orang mengatakan bahwa engkau menginginkan khalifah?’ Al-Hasan berkata, “Dahulu orang-orang Arab berada dibawah kendaliku. Mereka berdamai dengan orang-orang yang berdamai denganku dan mereka memerangi orang-orang yang aku perangi. Namun aku lepaskan jabatanku itu demi mencari Wajah Allah. Apakah lantas kemudian aku mengutamakan khalifah daripada kambing hutan penduduk Hijaz?”

((Kalau kita analisa/lihat berdasarkan pada sabda Rasulullah saw di atas mengenai kiprah al-Hasan bin Ali ra yang bersikap lebih menyerahkan kekuasaan kepada Mu’awiyah ra demi perdamaian kaum Muslimin. Namun ada sabda Rasulullah saw yang berhubungan dengan jabatan kepemimpinan yaitu pada ke khalifahan Ustman bin Affan ra yang jelas-jelas Rasulullah saw menegaskan untuk tidak melepaskan jabatan kepemimpinan karena kelompok yang menginginkan lepasnya jabatan itu adalah kaum munafiq, “Wahai Utsman, mudah-mudahan Allah akan menyandangkan untukmu sebuah pakaian, dan jika orang-orang munafiq ingin engkau menanggalkan pakaian tersebut, maka jangan engkau lepaskan, hingga engkau menemuiku (meninggal).” (Beliau bersabda demikian) tiga kali”. ))

Pelimpahan kepemimpinan dari al-Hasan bin Ali ra kepada Muawiyah ra ini, tidak lah berjalan mulus terutama untuk pribadi al-Hasan bin Ali sendiri, yang mana banyak cacian dan ejekan yang khususnya datang dari pendukungnya sendiri. Diberitakan hal itu terjadi ketika al-Hasan bin Ali beserta rombongan kembali ke madinah dari kufah. Di setiap kabilah dimana ada pendukungnya, mereka merasa kecewa dengan sikapnya dan memunculkan ejekan dan cacian untuk beliau. Namun, karena ketinggian ilmu dan juga karena sabda Rasulullah saw, beliau tidak bergeming dengan hal itu, karena pasti beliau tahu bahwa syeitan sedang memainkan peranan di dalamnya yang menginginkan kaum Muslimin bercerai berai dengan pandangan yang salah!

Kelembutan hati, sikap tidak mau berselisih dan ketinggian ilmu diperlihatnya oleh al-Hasan bin Ali ketika beliau menyampaikan uneg-unegnya kepada ayahnya Ali bin Abi Thalib kw ketika akan menghadapi perang Jamal., “Aku telah melarangmu namun kamu tidak menurutinya. Kamu akan terbunuh esok secara tersia-sia tanpa ada seorangpun yang membelamu!” Ali berkata kepada putranya itu, “Engkau masih saja merengek kepadaku seperti anak kecil. Apa laranganmu yang telah aku langgar?” Al-Hasan berkata, “Bukankah aku telah menyarankan kepadamu sebelum terbunuhnya Ustman agar keluar dari Madinah? Supaya Ustman tidak terbunuh sementara engkau berada di dalamnya sehingga orang-orang membicarakan atau mempersoalkannya? Bukankah aku telah menyarankan agar jangan membai’at orang-orang, setelah terbunuhnya Ustman sebelum wakil-wakil dari setiap daerah datang kepamu untuk berbai’at? Dan aku telah menyarankan kepadamu agar tatkala wanita ini (maksudnya adalah Aisyah) dan dua lelaki ini (maksudnya Thalhah dan az- Zubair) keluar sebaiknya engkau duduk saja di rumah hingga mereka berdamai? Namun engkau melanggar semua saranku itu?” Bisa terbayangkan pada kehidupan kita sehari-hari, anak-anak kadang merasa lebih pintar dari orangtuanya, seperti ini pula yang terjadi pada dialog al-Hasan bin Ali dengan ayahnya!

((Sebelum terbunuhnya Ustman bin Affan ra. Ali bin Abi Thalib ra, menyuruh al-Hasan bin Ali dengan beberapa pemuda untuk menjaga Ustman bin Affan di rumahnya tetapi Ustman bin Affan ra menolak untuk dijaga dan menyuruh mereka untuk kembali ke rumahnya masing-masing. Boleh jadi Ustman bin Affan ra menyadari dan menjalani takdirnya seperti yang disabdakan Rasulullah saw, sebagaimana Hasan bin Ali ra ketika mendamaikan kaum Muslimin dan Husain bin Ali ra mati terbunuh di karbala!!))

Keluarbiasaan sikap al-Hasan bin Ali ra tidak berhenti hingga ajal menemuinya. Menurut sejarah beliau meninggal karena diracun dan ketika Husain bin Ali ra sebagai adiknya menanyakan siapa yang meracuninya, beliau tidak mau memberitahukannya hingga maut merenggutnya!

Wallahu ‘alam.

Tidak ada komentar: