Senin, 20 Januari 2014

PUISI KEHIDUPAN

PUISI KEHIDUPAN

MALAM ITU,
KEMBALI LANGIT MENAMPAKKAN SENYUMNYA
KARENA REMBULAN DI UTARA SANA
WALAU HANYA SEBERSIT
BERSINAR TANPA BATAS YANG MENGHALANGI
ALAM NAMPAK SEMAKIN INDAH
DENGAN GEMERLAPNYA BUTIRAN BINTANG YANG BERSERAKAN.

AH….SAYANG,
AKU TAK MAMPU UNTUK MELUKISKAN KEINDAHAN TATAPAN ITU.
JIKA AKU SEORANG PENYAIR….
KAN KUPAPARKAN SEMUA ITU DALAM SYAIR-SYAIR YANG INDAH.
JIKA AKU SEORANG PENCIPTA LAGU….
KAN KUTULISKAN KENANGAN ITU DALAM BAIT-BAIT YANG MERDU.
JIKA AKU SEORANG PELUKIS….
KAN KULUKISKAN PESONA ITU DALAM CORETAN-CORETAN ADI WARNA.
DAN JIKA AKU SEORANG DRAMAWAN…
KAN KUGAMBARKAN FRAGMEN ITU DALAM DRAMA DUA BABAK YANG PENUH ROMANTIS MELANKOLIS.
TAPI, BIARLAH…..
AKU ADALAH AKU SENDIRI.
KAN KUSIMPAN SEMUA ITU DALAM RONGGA NUANSA-NUANSA ALAMI.

MALAM ITU,
TAMPAKNYA, TIDAK TERLALU SOMBONG KALAU KUKATAKAN KEINDAHAN ITU MUNGKIN HANYA UNTUK KENIKMATI SENDIRI HA…HA…HA….
YA, AKU BERDIRI DI ATAS DEK SEBUAH KAPAL KECIL
DI TENGAH-TENGAH SAMUDRA
SEBATAS CAKRAWALA YANG MENGELILINGIKU
HANYALAH RIAKAN KECIL OMBAK SAMUDRA.
BURUNG CAMAR PUN YANG TERBANG KE SANA KEMARI DI SIANG HARI BERTENGGER TERTIDUR DI UJUNG-UJUNG TIANG KAPAL.
KIDUNG ANAK-ANAK ZAMAN PUN DI BURITAN KAPAL
SAYU TERDENGAR DALAM RELUNG DAN RENUNG.
SAYUPNYA :
“NENEK MOYANG KU SEORANG PELAUT
KUMIS DAN JENGGOTNYA PANJANG SEKALI
DITARIK-TARIK. KE SANA KE MARI
SAMBIL BERSERU : “ADUH MAK! SAKIT SEKALI!””
OI…IRAMA ITU MELONCATKAN ANGAN INDAH MENJADI SEBUAH TANDA TANYA KALAU MEMANG ITU KEHIDUPAN, ITUKAH?
KAN KU SONGSONG DIRIMU,
DI MALAM ITU ……DENGAN SENYUMAN!!

SAMUDERA HINDIA, KM SAMUDRA 17 MARET ‘89



MITOS KEHIDUPAN

BOCAH KECIL BERWAJAH KEHITAMAN ITU
BERJINGKRAK KE SANA KE MARI
TANPA PEDULI RUAS BUMI PIJAKANNYA
DAN HUJAN GERIMIS YANG MEMBASAHI RAMBUT IKALNYA.

TANGAN KANANNYA MENENTENG OBOR.
OBOR BERNYALAKAN API KECIL.
API KECIL YANG HANYA MENERANGI WAJAH KECIL YANG MENGHITAM ITU.
API KECIL YANG TAK PERNAH PADAM
OLEH SIRAMAN GERIMIS DAN SEPOI ANGIN MALAM.

BOCAH KECIL BERWAJAH KEHITAMAN ITU TAK PEDULI SEMUA ITU! KESENANGANNYA ADALAH KESENANGAN DIRINYA.
BERJINGKRAK DAN BERTERIAK
BERJINGKRAK DAN BERTERIAK
BERJINGKRAK DAN BERSORAK…..

DI UJUNG BELOKAN JALAN ITU
TANPA DI SADARI BOCAH KECIL BERWAJAH KEHITAMAN ITU
KAKINYA TERSANDUNG BATU YANG MENONJOL SECARA BERLEBIHAN ((KALAU TIDAK DIKATAKAN KURANG AJAR))

SERU DAN SAKIT TERASA KE ULU HATI “ADUH….!”
DALAM RASA SAKIT DIA CARI EMAKNYA “MAK! MAK! MAU KEMANA KITA?!”

DENPASAR, MARET ‘89



ADAKAH SEBUAH KEAJAIBAN

GERAK MALAM MENJELANG JEDAH
KEMBALI INSAN DALAM JASAD TAK BERBENTUK
SEMUA HILANG DALAM GELAPNYA MALAM
SEMUA SIRNA DALAM INGATAN YANG LELAH.

SIANG YANG TERURUT TADI
BERIBU-RIBU RUPA BERIBU-RIBU LANGKAH
BERJUTA-JUTA HARAP
MENERJANG RONGGA-RONGGA BUDI
MENDESAK SUARA-SUARA NURANI
KE TEPIAN YANG TAK NAMPAK DAN TERKUNCI.

BERIBU-RIBU RUPA
DENGAN BERIBU-RIBU TOPENG KEHIDUPAN BERJEJAL
DALAM KESEMPITAN MANISNYA DUNIA,
BERPACU DALAM LANGKAH-LANGKAH YANG TAK PERNAH TUNTAS DAN PASTI. ENTAH NODA,
ENTAH LUKA
ENTAH MAKSIAT,
ENTAH PULA ANGKARA.
SEMUA MENJADI SEBUAH BUSANA KEBESARAN,
MELENGGANG ANGKUH DI ATAS PANGGUNG PESONA
MENARUH RAYU BERPULUH-PULUH ANAK ZAMAN
HINGGA TERGELAK TAWA PENGHAPUS CAHYA
DAN MATINYA HATI ATAS NURANI.

GERAK MALAM MENJELANG JEDAH
KEMBALI INSAN DALAM JASAD TAK BERBENTUK.
DI SELA-SELA DINGINNYA PELUH
SANG RAGA TAK MAMPU LAGI
TUK MENATAP
TUK BERCENGKRAMA DENGAN DIRI YANG TERASING
TUK MENGHITUNG DETIK-DETIK KEPEDIHAN YANG TERPENDAM DAN BERKEPANJANGAN.
SEMUA HILANG DALAM GELAPNYA MALAM
SEMUA SIRNA DALAM INGATAN YANG LELAH.

KINI,
ENTAH SIANG, ENTAH MALAM
BERIBU-RIBU RUPA DALAM LELAP
MENUNGGU DALAM SEPI
MENUNGGU DALAM GELAP
MENUNGGU DALAM KESENDIRIAN
MENUNGGU LANGKAH DAN HARAP YANG TERAKHIR
PENGIRING TANGIS YANG TAK PERNAH TAHU.

KINI,
ADAKAH SEBUAH KEAJAIBAN
‘TUK HANYA SEBUAH PERSEMBAHAN YANG DIABADIKAN,
YANG DIBANGGAKAN DAN DIANDALKAN
DARI LEMBARAN-LEMBARAN PETUALANGAN ITU
DAN DARI DERET-DERET KATA YANG TERHIMPIT PANJANGNYA BARIS DAN BAIT ITU.
YANG AKAN MEMPORAK PORANDAKAN SEBUAH LAYAR YANG TERKEMBANG JAUH KARNA PUTARAN SIANG DAN MALAM.
SIANG YANG PELIK,
MALAM YANG KELAM.

KINI, ADAKAH SEBUAH KEAJAIBAN ITU?

BANDUNG, MARET’90


SURATAN YANG TAK PERNAH SELESAI

TEMPO
TAK KAN PERNAH TERDUGA
MELAHIRKAN WAJAH-WAJAH ZAMAN
DENGAN KEAKUANNYA SENDIRI-SENDIRI
KADANG SALING BERGANDENGAN
KADANG SALING BERANGKULAN
KADANG SALING CACI MAKI

AKSELERASINYA TAK KAN PERNAH TERDUGA
MENAMPAKKAN WAJAH-WAJAH KEHIDUPAN
DENGAN EMOSINYA SENDIRI-SENDIRI.
KADANG CITA CERITA
KADANG CITA DERITA
KADANG LUGU TAK MERONA

IRAMA…..
IRAMA KATANYA
KATANYA IRAMA
KATA KAMU IRAMA
KATA DIA IRAMA

(( KATAKU ?? ………………!!))

SEMUANYA……
ADALAH ORKESTRA KEBESARAN BERMANTELKAN SIMPONI-SIMPONI KEMEWAHAN.
ABSTRAK DALAM RIMBA
ABSTRAK DALAM POLA
ABSTRAK DALAM RUPA
NYATA DALAM PAPA.

TEMPO,
IRAMA,
ORKESTRA,
TAK KAN PERNAH TERDUGA
OLEH TANGIS-TANGIS YANG TERHIMPIT GELAK TAWA
OLEH OTOT-OTOT BESI YANG TERJEPIT MESIN BAJA
OLEH CICIT BURUNG KETILANG YANG TERHEMPAS MAKLUMAT-MAKLUMAT RAJA.

AKSELERASINYA
TAK KAN PERNAH TERDENGAR HINGGA HILANG IDENTITAS DIRI
HANYA ‘TUK MERABA-RABA SEBUAH PRASANGKA
DARI DERIT DAN JERIT KESEMPITAN.

KEBEBALAN,
HARI DEMI HARI, SEMAKIN MENEBAL
TEMPO,
IRAMA
SERTA ORKESTRA
PUN MAKIN MENYESAKKAN
SESAK YANG KEKAL
SEBATAS WARSA PELENGKAP WAJAH ZAMAN
DAN KEHIDUPAN KEMBALI DENGAN KEAKUAN DAN EMOSINYA,
SENDIRI-SENDIRI !!!!

UJUNG PANDANG, FEB ‘91

=========



Baca juga : https://www.mang-emfur.blogspot.co.id/2016/05/apakah-kita-hanya-mau-berpangku-tangan.html

Tidak ada komentar: