Kamis, 04 Juni 2015

Sekolah keimanan

Ada teman mengatakan bahwa tidak ada sekolah untuk keimanan. Yang dimaksud oleh teman adalah sekolah formal, yaitu sekolah yang mengajarkan ilmu pengetahuan termasuk juga sekolah yang khusus mengajarkan pengetahuan tentang agama. Apakah seluruh sekolah itu ada pengaruhnya terhadap keimanan seseorang. Bisa jadi bisa juga tidak? Karena tingginya keilmuan seseorang yang ditandai dengan gelar di depan dan belakang namanya belum tentu sejajar dengan keimanannya kepada Allah swt. Bahkan kadang ada orang yang sudah tinggi keilmuannya dengan berbagai gelar yang disandangnya tetapi dia justru adalah penentang Allah swt yang nyata. Na'udzubillahi min dzalik

Kalau kita lihat bahwa masa sekolah formal adalah bagian dari kehidupan seseorang, maka sebenarnya bisa dikatakan bahwa sekolahnya keimanan untuk manusia adalah kehidupan itu sendiri. Bahkan jika orang itu tidak melewati masa-masa sekolah formal sekalipun, kehidupannya adalah sekolah keimanannya. Karena faktanya ada seseorang yang tidak pernah sekolah sekalipun tetapi sadar akan dirinya dan kehidupannya dan ternyata keimanannya kepada Allah swt sungguh luar biasa.

Dalam surat Asy-Syu'araa ayat 205-207 Allah swt berfirman, "Maka bagaimana pendapatmu jika kepada mereka Kami berikan kenikmatan hidup beberapa tahun, kemudian datang kepada mereka azab yang diancamkan kepada mereka. Niscaya tidak berguna bagi mereka kenikmatan yang mereka rasakan."

Asbabun Nuzul dari ayat itu adalah Abu Jahdan ra menuturkan ayat ini turun berkenaan dengan pertanyaan para sahabat kepada Rasulullah saw yang tampak gelisah. Beliau menjawab, "Bagaimana tidak sedih, aku melihat musuhku kelak berasal dari umatku sendiri!" Maka turunlah kedua ayat ini, membuat beliau tenang. (Lubab An-Nuqul fi Asbab An-Nuzul, As-Suyuthi dalam Ar-Rahman The Inspire Al-Quranul Karim) Kenikmatan adalah sebuah kelebihan yang diberikan Allah swt kepada manusia, tetapi justru karena kenikmatan itu membuat dia lalai bahkan menurut Rasulullah saw menjadi musuhnya. Tetapi Rasulullah saw pun pernah menyatakan bahwa bukan kelebihan yang berpotensi manusia untuk lalai, tetapi juga kekurangan, disabdakan bahwa kefakiran mendekati kekafiran! Dan kita juga banyak melihat faktanya mengenai ini, seseorang yang fakir secara ekonomi, fakir secara keilmuan menjadikannya lalai kepada Allah swt. Tetapi kita melihat di awal perjuangan Rasulullah saw banyak dari kaum fakir yang justru beriman kepada Rasulullah saw. Jadi kelebihan dan kekurangan seseorang tidak menjamin bahwa keimanan seseorang menjadi baik.

Pemahaman di sekolah kehidupan inilah sebenarnya yang berhubungan dengan keimanan seseorang, terlepas bagaimana kondisi orang tersebut apakah penuh dengan kenikmatan duniawi yang diberikan oleh Allah swt atau kurangnya kenikmatan duniawi yang Allah swt berikan. Kebaikan dan kekurangan itu hanyalah cobaan (atau bahkan azab) bagi manusia itu sendiri. Tetapi tentunya semuanya itu (cobaan/azab) ada dalam lingkaran kasig sayang Allah swt kepada manusia untuk menggapai kehidupan yang lebih baik di kehidupan kelak yang abadi.

Semoga kita selalu berada dalam keimanan kepada Allah swt bagaimana pun kondisi kita. Yaa muqollibalqulub Tsabbit qolbi 'ala dinika. Yaa Allah, yang membolak-balikkan hati manusia, tetapkanlah hati ini dalam agama-MU. Amin. Wallahu a'lam

Tidak ada komentar: