Minggu, 30 Agustus 2015

KEMBALI KEPADA SEJARAH ISLAM YANG SHOHIH!

=========

Dr. Utsman bin Muhammad Al-Khamis, yang dijuluki "Asadus Sunnah" (Singa Pembela Sunnah), menegaskan bahwa di tengah keterpurukan global ini kita harus kembali kepada sejarah umat Islam yang agung dan cemerlang. Tujuannnya tidak lain memudahkan kita dalam mengintrospeksi diri, memandang sekeliling kita, dan merencanakan langkah-langkah kongkret untuk masa depan kita. Namun, semua itu tidak akan terwujud tanpa merujuk dan merenungkan sejarah yang shahih. Karena, hanya sejarah yang shahihlah yang bermanfaat.

Siapa saja yang mencermati sejarah Islam secara mendalam pasti mengetahui bahwa periodenya yang paling gemilang adalah periode Rasulullah saw dan para Sahabat ra. Sahabat-sahabat beliaulah yang mengemban tugas menyebarkan Islam. Mereka makhluk Allah Azza wajjala yang terbaik setelah para Nabi dan Rasul saw.

Akan tetapi pada perjalanannya, sejarah Islam banyak mengalami distorsi, pencemaran dan penyelewengan fakta dan data, dikarenakan munculnya kelompok-kelompok sempalan yang sesat. Tiap-tiap kelompok berusaha menjatuhkan kelompok yang lain dan pada saat yang bersamaan, mengangkat citra pribadi. Akibatnya muncullah cacat-cacat pada kemurnian sejarah para pemuka umat kita.

Maka tidak heran jika di antara umat ini kita mendapati kelompok yang ghuluw atau melampuai batasan syariat dalam mencintai sosok tertentu. Kelompok ini mencintai Sahabat yang mulia, Ali bin Abi Thalib ra, dengan kecintaan yang justru merusak segala-galanya. Demi kecintaan itu, mereka dengan lancang menisbatkan hal-hal dan kabar-kabar palsu kepada Ali. Di samping itu, dia berusaha menjatuhkan kemuliaan Sahabat yang lain; dan menuding mereka telah merampas hak-hak Ali dan menzhalimi sepupu Nabi saw ini, dan itu artinya mereka telah menzhalimi diri mereka sendiri. Bahkan kecintaan yang berlebihan tersebut juga ditujukan kepada cucu-cucu Ali, sehingga dinyatakan bahwa cucu-cucu Ali adalah para Imam yang ditunjuk berdasarkan nash suci dan ma'shum. Padahal, itu sama artinya menyamakan kedudukan para imam tersebut dengan para Nabi saw.

Bahkan, Ali ra. pernah menyatakan: "Suatu kaum akan mencintaiku tetapi mereka justru masuk Neraka lantaran kecintaan itu. Dan suatu kaum juga akan membenciku sehingga mereka masuk Neraka lantaran kebencian itu." (HR. Ibnu Abi 'Ashim dalam as-Sunnah (no 983). Al-'Allamah Nashiruddin Al-Albani berkata: "Sanad hadits ini shahih, sesuai dengan syarat al-Bukhari dan Muslim." Lihat pula Nahjul Balaghah (IV/108, no 469), Manaaqibul Imaam Amiiril Mu'miniin karya Muhammad bin Sulaiman Al-Kufi (II/283), dan al-Amaali karya at-Thusi (hlm 256))

Ali ra juga menyatakan, "Berkaitan dengan ku, dua orang akan binasa; orang yang berlebih-lebihan dalam mencintaiku dan orang yang berlebih-lebihan membenciku." (HR. Ibnu Abi 'Ashim dalam as-Sunnah (n0. 984) Al-'Allamah al-Albani berkata: "Sanad Hadits ini Hasan")

========

Tidak ada pemimpin yang abadi. Segala sesuatu
di dunia ini ada masanya; ada awalnya dan
ada akhirnya. Kepemimpinan bukanlah sebuah prestise
yang serta-merta akan mengangkat kedudukan
seseorang di hadapan sang Khalik. Tetapi, ia merupakan
amanah yang akan dipertanggung jawabkan
di hadapan-Nya

Karenanya, para sahabat sama sekali tidak berambisi
untuk menjadi pemimpin umat ini sepeninggal
Rasulullah saw. Kalaupun ada di antara mereka yang
memimpin umat, itu lebih karena tuntunan realita
dan kesepakatan dari para Sahabat lain
yang memilihnya

Kepemimpinan tidak didapatkan atas dasar
klaim belaka, apalagi sekedar klaim mempunyai nasab
yang mulia. Menggugat kepemimpinan para Khalifah
setelah Rasulullah saw merupakan perbuatan sia-sia.
Karena, hal itu tidak lahir dari perbedaan persepsi
dan penafsiran terhadap isyarat-isyarat beliau
terhadap "sang pengganti", tetapi lebih karena
kebencian yang lahir dari informasi sejarh
yang salah



========

Tidak ada komentar: