Dari semenjak awal saya hanya ingin berkumpul dengan teman-teman yang selama ini terbentur dengan jadwal pekerjaan mengajar saya, istilah kerennya silaturrahim. Padahal waktu untuk berkumpul itu, yaitu bersamaan dengan pembukaan pesta olah raga dan seni sekecamatan suppa, bukanlah jadwal mengajar saya . saya rela untuk menempuh perjalanan 175 km untuk bertemu dengan teman-teman.
Acara pembukaan biasanya berlangsung sore hari, dan ini awalnya saya terlupakan. Saya berfikir acaranya pagi hari sehingga saya bisa pulang lagi ke rumah sore harinya. Mengetahui begitu, pagi harinya saya pergi ke sekolah untuk bertemu teman yang sangat saya butuhkan berhubungan dengan perangkat pembelajaran. Menjelang siang, saya harus kembali ke home base, untuk memastikan apakah karib saya, Pak Sulaiman bisa atau tidak mengantar anaknya, Aini, untuk ikut defile pembukaan dimana saya dan teman-teman di sekolah akan ikut juga berdefile.
Tidak jauh dari sekolah, saya melewati lahan kosong seluas dua hektar lebih. Terlihat di sisi terjauh ada mobil putih nongkrong dengan bebasnya. Disampingnya beberapa orang berdiri, karena efek sudah Tua saya tidak bisa memastikan siapa mereka karena penglihatan tidak begitu jelas merekam keadaan. Walau begitu saya merasa yakin bahwa salah satu dari mereka adalah yang empunya lahan, yang juga mantan bos saya di sekolah. Pak Andering. Lama tidak bertemu beliau menimbulkan rasa ingin bertemu dengannya, tetapi karena urusan saya sendiri dan tentunya tidak mau mengganggu urusan pak Andering saya tetap tancap gas my black Juvi menuju home base. Tentu dengan harapan, lain kali bisa bertemu lagi dengan beliau.
Sesampai di home base, saya sudah mendapatkan kepastian bahwa pak Sulaiman tidak bisa datang ke acara pembukaan pesta olah raga dan seni, sehingga saya pun bersiap-siap untuk itu, termasuk mengeluarkan mobil avanzanya pak Sulaiman untuk mengantar istri dan anaknya pak Sulaiman. Ternyata bukan hanya mereka berdua yang saya antar, rupanya teman-teman TKnya Aini pun ikut bersama kami. Mereka menunggu di salah satu rumah di jalur menuju tujuan.
Sudah diperkirakan sebelumnya area di sekitar acara pembukaan suasana sangat ramai, saya berencana memarkir kendaraan di sekolah dimana saya mengajar. Di ujung jalan sebelum belokan ke sekolah, jalanan sudah macet karena banyak kendaraan menurunkan penumpang yang akan ikut defile atau sekedar menonton, dan kemudian mencari tempat parker yang nyaman. Terlihat dari jalanan menuju sekolah nampak mobil pak Andering sedang menunggu untuk keluar dari arah sana. Berjarak sekitar sepuluh meteran nampaknya pak Andering pun sudah melihat saya dan tersenyum kepada saya. Setelah saya menurunkan penumpang, saya pun akan memarkirkan mobil di sekolah seperti rencana semula. Tentu kami akan berpapasan dengan mobilnya pak Andering.
Kami pun bersapa ria penuh kegembiraan, ketika mobil kami berdampingan walau berbeda arah, yang justru membuat kami leluasa karena posisi kami jadi berdekatan meskipun juga tidak bisa bersalaman. Namun kami pun menyadari waktu sapa ria kami tidaklah bisa berlangsung lama karena jalanan sedang macet. Mobil di belakang kami berdua menginginkan kami untuk terus berjalan walau lajunya lambat. Sebelum berpisah, ibu Andering dari tempat duduk di samping pak Andering setengah berteriak kepada saya, “Pak Furqon tambah muda saja!” Saya pun tertawa mendengarnya he-he….tanpa mengomentarinya. Pak Andering dan saya tidak terlalu jauh umurnya, beliau kalau tidak salah 2 atau 3 tahun lebih tua dari saya. Setelah itu kami pun berpisah, semoga lain waktu bisa bertemu kembali!
Di sekolah, setelah memarkir kendaraan, tidak ada kegiatan yang special kecuali bercengkrama dengan teman-teman sambil menunggu waktunya acara defile dimulai. Bahkan saya sempat tertidur sejenak di kursi karena saking mengantuknya. Alhamdulillah, pak Syukur, salah satu staf sekolah, membuat kopi panas di dapur dan saya pun meminta satu gelas kecil kopi dengan harapan bisa mengurangi rasa kantuk saya.
Menjelang dimulainya defile, salah satu teman mendekat ke saya dan meminta teman lainnya untuk memontret kami berdua dengan hp nya. Dia bilang, “tolong foto dulu dengan bos” He-he…. Kata bos di sini bukanlah arti sebenarnya. Di Sulawesi Selatan ini, kadang kata bos dipakai untuk saling mengakrabkan satu dengan yang lainnya dalam pergaulan. Setelah dua kali pengambilan foto, teman yang meminta difoto mengambil hpnya dan memeriksa hasil jepretan temannya. Saya pun ikut melihatnya, terlihat saya dan dia sedang berdiri berdampingan. Teman yang meminta foto dengan saya, umurnya berkisar setengah dari umur saya. Dia berseru, “wah, kenapa tambah tua saya!” Saya pun tertawa mendengarnya, kemudian mengomentari, “Makanya cepat menikah!”
Kalau boleh mengomentari kata Tambah Muda dan Tambah Tua, dari ibu Andering dan teman saya, itu adalah efek dari kebersamaan dan efek kaca cermin. Maksudnya, karena ibu Andering setiap hari melihat pak Andering, jadi tahu perubahan dan perkembangan wajah dan tubuh dari pak Andering. Jadi ketika melihat saya yang sudah lama sekali tidak pernah ketemu terasa saya seperti lebih muda, padahal umur mah terus saja bertambah. Tambah Tua dari teman saya karena kemungkinan dia selalu melihat cermin dan melihat selalu wajahnya, maklum anak muda yang belum menikah. Penampilan wajah dan tubuh adalah nomoro satu, supaya tidak terlihat jelek di hadapan cewek! Hi-hi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar